PERINATOLOGI
dr. Agus Harianto, SpA(K), Prof.dr. Hj. Sylviati M.
Damanik, SpA(K)
Divisi Neonatologi Lab /
SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair – RSUD
Dr. Soetomo
PERINATOLOGI
: Ilmu
yang mempelajari cara-cara preventif dan kuratif untuk menyelematkan janin dan
bayi baru lahir (umur kehamilan 28 minggu sampai dengan 7 hari setelah lahir)
NEONATOLOGI
: Ilmu yang mempelajari cara-cara preventif
dan kuratif untuk menyelamatkan janin usia kehamilan 28 minggu sampai 28 hari
setelah lahir.
Perinatologi, berkembang sekitar tahun 1960.
Tingkat kesehatan suatu masyarakat dinilai
dari angka kematian bayi. Dengan kemajuan ilmu kedokteran, angka kematian ini
dapat ditekan tetapi penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan kematian
bayi yang berumur > 7 hari. Sedangkan angka kematian bayi yang berumur <
7 hari dan kematian bayi dalam kandungan masih belum banyak berkurang.
Masalahnya adalah buah kandungan ini
menghadapi bahaya yang besar sekitar periode sebelum, selama dan sesudah
persalinan, yaitu periode perinatal. Persoalan-persoalan yang timbul dalam
periode ini berdasarkan suatu kompleks faktor sosio-hygiene dalam hubungannya
dengan keadaan kesehatan ibu sebelum dan selama mengandung.
n
TUJUAN :
Tujuan Perinatologi di masa mendatang selain
menurunkan angka kematian bayi juga berusaha agar bayi yang dilahirkan utuh
sempurna, tanpa cacat fisik maupun mental.
Faktor yang menyebabkan buah kandungan itu gugur atau hidup
tapi cacad, banyak sekali dan perinatologi mempelajari faktor-faktor itu dan
mencari solusi untuk menanggulanginya. Usaha-usaha itu mencakup waktu sebelum
persalinan, selama persalinan dan sesudah persalinan. Oleh karena itu
usaha-usaha ini akan berhasil bila terjalin kerjasama yang baik antara dokter
(anak), bidan, obstetricus, lokakarya, tokoh masyarakat, dan ulama.
n
DEFINISI :
LAHIR HIDUP : (Life Birth)
Lahirnya
suatu hasil pembuahan, tanpa memandang umur kehamilan, yang setelah kelahiran
menunjukkan tanda hidup, misalnya detak jantung, pulsasi tali pusat, gerakan
otot voluntair, bernapas.
KEMATIAN JANIN : (Foetal Death)
Bila suatu hasil
pembuahan sudah mati sebelum dilahirkan tanpa memandang umur kehamilannya.
Kematian ini dipastikan bila setelah hasil pembuahan dilahirkan, tak
menunjukkan tanda hidup, misalnya bernapas, detak jantung, pulsasi tali pusat,
gerakan otot voluntair.
ABORTION : (keguguran kandungan)
Terhentinya
kehamilan sebelum masa hamil 28 minggu dengan kematian dari janinnya.
PRETERM : (Bayi kurang bulan)
Bayi dilahirkan
dengan kehamilan < 37 minggu (< 259 hari)
TERM : (Bayi cukup bulan)
Bayi dilahirkan
dengan masa kehamilan antara 37 – 42 minggu (259 – 293 hari)
POST TERM : (Bayi lebih bulan)
Bayi
dilahirkan dengan masa kehamilan > 42 minggu (294 hari)
LOW BIRTH WEIGHT : (Bayi berat lahir rendah) = BBLR
Bayi yang dilahirkan dengan berat badan
< 2500 gram tanpa memandang umur kehamilan.
Small for dates infant = Small for
gestational age (kecil untuk masa kehamilan)
Bayi dilahirkan dengan berat lahir (<10 grafik="" lubchenco.="" menurut="" persentil="" span="">10>
BMK (Besar untuk masa kehamilan) = LGA
(Large for gestational age) = bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 10
persentil menurut grafik Lubchenco.
PERINATAL PERIOD : Periode sejak kehamilan 28 minggu sampai 7 hari setelah lahir.
Batasan umur
kehamilan 28 minggu sebab dianggap pada saat ini bayi cukup besar kemungkinan
untuk hidup diluar kandungan (± 1000 gram), sedang batasan 7 hari setelah lahir diambil berdasarkan
atas analisa bio-statistik bahwa dalam 7 hari pertama setelah lahir bayi masih
dalam periode yang amat gawat.
INFANT DEATH : Kematian pada anak berumur kurang dari 1 tahun
NEONATAL DEATH :
Kematian pada bayi berumur kurang dari 28 hari
EARLY NEONATAL DEATH :
(DINI)
Kematian
pada bayi berumur kurang dari 7 hari.
JANIN
: Agar dapat memahami dan mengelola bayi
baru lahir secara baik harus diketahui tentang pathofisiologi dan pertumbuhan
janin dalam uterus. Dalam hal ini kehamilan dibagi dalam 3 trimester, tiap
periode dengan sifat-sifatnya yang tersendiri.
TRIMESTER –TRIMESTER :
TRIMESTER I :
Periode ini ditandai 2 hal
penting :
1.
Adanya adaptasi
ibu terhadap pertumbuhan janin. Terdapat immunotolerance yang sempurna
antara ibu dan jaringan janin yang berarti tidak terdapat “rejection” dari
pihak ibu terhadap janinnya yang sebenarnya “benda asing”
2. EMBRYOGENESIS /ORGANOGENESIS
Embrio terdapat dalam keadaan
yang amat labil (biological-instability) sehingga pengaruh-pengaruh genetik
atau teratogenik akan menyebabkan kelainan-kelainan yang menentukan sekali.
Malformasi yang besar (mayor) sudah tampak
pada embryosac berumur 14 hari tetapi efek yang nyata pada organ dan janin
terjadi pada embryosac berumur 21 – 56 hari.
Kelainan gen akan menyebabkan kelainan kongenital yang dapat
dilihat dari sindroma klinik yang khas dan kelainan kromosom pada bayi
tersebut, misalnya Down’s syndrome, dsb. Gonadal steroids mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan susunan saraf pusat, terutama terhadap diferensiasi
seks. Hal ini sudah tampak pada embrio yang masih muda. Hormon testes janin
memberikan rangsangan terhadap terbentuknya genotip laki-laki yang normal.
Pengobatan ibu dengan hormon yang dapat menyebabkan berubahnya keseimbangan
pada androgen dan progesteron dapat menyebabkan kelainan-kelainan kongenital :
misalnya kecilnya alat kelamin janin, adreno-genital syndrom, hypogonadisme
laki-laki dan ovarium yang abnormal (Stein-Leventhal Type). Keguguran kandungan
sering terjadi dalam trimester I ini dengan penyebab yang sering tak diketahui.
Penyebab-penyebab ini dapat gen yang lethal, infeksi virus, terutama rubella,
dan beberapa macam obat.
Pertama kali yang ditanyakan oleh dokter anak ialah : adanya
kematian janin pada kehamilan yang lalu, adanya infeksi meskipun kelihatannya
tak berarti, obat-obatan yang diminum, hormon yang dipakai, radiasi yang
dialami, adanya perdarahan pervaginam, muntah-muntah yang berlebihan, dsb.
TRIMESTER II :
Periode ini ditandai dengan adanya pertumbuhan plasenta,
ketuban, terbentuknya air ketuban dan terbentuknya berbagai fungsi plasenta
terutama terjadinya kenaikan yang mencolok dari produksi berbagai macam hormon
plasenta. Plasenta mempunyai peranan yang menentukan dalam hal pertukaran
zat-zat antara ibu dan janin. Persoalan yang terpenting pada Trimester ini
ialah :
1. Imunisasi foeto-maternal
Pada keadaan ada antagonisme
golongan darah ibu-anak (ABO atau Rh antagonisme) maka sel darah janin yang
menembus plasenta dan masuk ke dalam darah ibu, akan merupakan antigen dalam
tubuh ibu.
Antibodi (zat anti) kemudian akan
terbentuk dalam darah ibu yang pada waktu partus oleh kontraksi uterus antibodi
itu masuk ke dalam janin dan ini akan menimbulkan reaksi antigen antibodi
dengan segala akibatnya. Pada Rh antagonisme, antibodi yang terbentuk berukuran
kecil 7 S globulin sehingga mudah menembus plasenta dengan akibat;
Erythroblastosis foetalis. Pada ABO antagonisme antibodi yang terbentuk
berukuran besar 19 S globulin dan ini terlalu besar untuk menembus plasenta
yang utuh sehingga pada antagonisme ini reaksi pada bayi tak begitu hebat.
2. Zat-zat Teratogen :
Sebenarnya efek teratogenik
dari zat-zat sudah berlangsung pada trimester II misalnya virus rubella
bersifat teratogenik sampai minggu ke 16 : dengan kerusakan terutama pada saraf
pendengaran.
Pemberian progesteron atau hormon serupa dapat
menyebabkan gagalnya pembentukan alat genetalia eksterna dan kemungkinan
kerusakan pada susunan saraf pusat.
3. Infeksi :
Biasanya setelah janin berumur
16 - 18 minggu kerusakan yang total pada janin jarang terjadi, tapi infeksi
pada janin dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan atau organ tertentu
terutama pada susunan saraf pusat dengan akibat microcephaly, hydrocephalus,
choroidoretinitis, dsb. Pada keadaan-keadaan ini sering ibu tidak menunjukkan
gejala-gejala yang nyata.
Infeksi yang terpenting ialah lues,
toxoplasmosis, atau infeksi virus rubella, dsb.
TRIMESTER III :
Periode ini ditandai dengan pertumbuhan janin dan penimbunan
zat makanan serta penyempurnaan fungsi organ-organ. Gangguan pada periode ini
menyebabkan terhentinya penimbunan zat makanan dan dapat menyebabkan malnutrisi
intrauterine. Penghentian kehamilan pada periode ini akan menghasilkan bayi
yang mempunyai zat makanan yang sedikit dan fungsi organ-organ yang tidak
sempurna ; prematuritas, pada keadaan ini homeostasis janin dapat mengalami
gangguan. Bayi yang baru lahir keadaannya tergantung pada keadaan janin pada
akhir kehamilan dan pengaruh proses persalinan, serta tergantung pada
tindakan-tindakan kita waktu partus. Bila oleh sesuatu sebab pertukaran zat-zat
antara ibu dan janin melalui plasenta terganggu, maka janin itu akan mengalami
gangguan homeostasis. Pada keadaan demikian pertukaran gas-gas terutama O2
dan CO2 serta zat-zat makanan dan zat-zat sisa akan terhambat.
Janin mengambil O2 dan zat makanan dari ibu dan mengeluarkan CO2
dan zat sisa ke dalam tubuh ibu. Bila ada hambatan maka kadar O2 dan
zat makanan (glukosa) akan menurun dan kadar CO2 serta zat sisa akan
naik. Akibatnya pada janin akan terdapat :
-
Hipoksia-Anoksia
-
Hipoglikemia
-
Hipercapnea
-
Asidosis (metabolik dan respiratorik)
Terutama keadaan ini tidak
baik bagi janin dan bila derajatnya cukup berat dan cukup lama akan terjadi
gangguan pada sel-sel janin terutama susunan saraf pusat. Makin lama gangguan
ini berlangsung makin besar kerusakannya dan dapat sampai terjadi gangguan yang
irreversible dan bayi yang akan dilahirkan ini tentu akan cacad seumur
hidupnya.
ADAPTASI JANIN :
Bila terjadi gangguan
homeostasis maka janin akan memberikan reaksi terhadap gangguan ini. Reaksi ini
merupakan adaptasi dari pada janin terhadap keadaan yang tak sempurna tadi
dengan tujuan untuk mengurangi kerusakan-kerusakan pada alat vital agar
hidupnya dapat dipertahankan. Reaksi adaptasi ini diatur oleh susunan saraf
pusat. Reaksi ini terdiri dari :
1. Rangsangan terhadap saraf simpatik yang menyebabkan :
-
Takikardi (Normal
120 – 160 / menit)
-
Vasokonstriksi dari daerah yang kurang
vital misalnya : usus, paru-paru, otot, ginjal, kulit, dsb.
-
Vasodilatasi pada alat-alat vital :
miokard, plasenta, susunan saraf pusat.
Macam reaksi ini terjadi pada
gangguan homestasis yang berlangsung lama.
2. Rangsangan terhadap N. vagus (parasimpatik) yang menyebabkan
bradikardi. Reaksi ini terjadi bila gangguan homestasis terjadi untuk waktu
yang singkat, misalnya selama uterus berkontraksi, maka darah yang mengalir ke
plasenta akan berkurang dan terjadi gangguan homeostasis. Bila uterus tidak
kontraksi lagi aliran darah akan pulih kembali dan bradikardi akan hilang.
Bila bradikardi masih
berlangsung di luar his, (Bila uterus tak berkontraksi) ini berarti bayi dalam
keadaan gangguan homeostasis. Gangguan homeostasis dalam darah janin itu
merupakan dasar apa yang disebut fetal distress (gawat janin). Jelas bahwa
gangguan homeostasis ini harus diketahui secepatnya dan diambil tindakan segera
untuk menghilangkan secepat mungkin fetal distress ini agar bayi yang lahir
bebas dari cacad fisik maupun mental.
PENGAWASAN JANIN:
Agar dapat mengetahui
adanya fetal distress sedini mungkin perlu pengawasan janin terutama pada akhir
trimester III dan selama persalinan berlangsung. Sering jalan satu-satunya
untuk menyelamatkan bayi ialah mengakhiri kehamilan dengan jalan misalnya :
sectio caesaria, forcep, vacum extratie, dsb.
Beberapa cara berikut berguna untuk menilai keadaan janin :
1. Berat badan Ibu :
Kenaikan berat badan ibu
merupakan salah satu petunjuk akan pertumbuhan fetus. Bila pertumbuhan berat
badan terlalu banyak ini berarti adanya kelainan pada kehamilan misalnya
Eklampsia hidramnion, dsb.
Sebaliknya kenaikan berat badan yang
terlalu sedikit dapat menunjukkan adanya kematian janin atau malnutrisi di
dalam uterus.
2. Pergerakan janin :
Adanya gerakan janin merupakan
tanda-tanda pasti bahwa janin hidup.
Tapi tak memberi keterangan adanya bahaya
atau tidak pada janin itu.
3. Kadar Oestriol dalam air seni ibu
Kadar Oestriol dalam air seni
ibu hamil mulai meningkat dengan cepat sesudah kehamilan 24 minggu. Kadar ini
menurun bila fungsi plasenta menurun (plasenta insuffisiency). Penurunan kadar
ini sudah nyata 3-8 minggu sebelum terdapat tanda-tanda klinikl
Penurunan kadar oestriol ini
terjadi pada toxemia, partus prematur, janin mati, anenchephali.
-
Bila kadar oestriol pada akhir kehamilan 1
2- 50 mg = normal
-
Bila kadar oestriol 2 – 4 mg : janin mati
atau anenchephali
-
Bila kadar oestriol antara 6 – 10 mg :
bayi dalam keadaan bahaya.
4. Air ketuban
Adanya mekonium dalam air
ketuban berarti janin dalam keadaan gawat (distress). Meconium dikeluarkan ke
dalam air ketuban bila janin dalam keadaan anoxia sehingga sphincter ani
tonusnya menurun. Biasanya baru diketahui adanya mekonium dalam ketuban setelah
ketuban pecah.
Tapi Saling dalam tahun 1963
menemukan cara untuk mengetahui perubahan dalam air ketuban dengan melakukan
amnioscopi, bahkan amnioscopi dapat dilakukan sebelum partus dimulai.
CARA AMNIOSCOPI :
-
Amnioscoop
(schema) dimasukkan ke dalam jalan lahir dan melalui cervix yang belum
mengalami dilatasi dapat dilihat perubahan warna daripada air ketuban. Misalnya
: warna hijau keruh -–berarti campur meconium; warna kuning jernih – pada Rh
antagonis.
-
Dengan amnioscoop dapat dilakukan amniocentesis
: ialah diambil sedikit air ketuban dengan memasukkan jarum melalui ketuban
yang masih utuh ini. Dari contoh air ketuban dapat dilakukan pemeriksaan :
kadar bilirubin, pemeriksaan maturitas janin (ratio lecithin/sphingomyelin).
Pemeriksaan sitologik (chromosome), dsb. Dengan cara amnioscopi ini dapat
diketahui keadaan bayi, maturitas janin dan kadang-kadang jenis kelamin atau
kelainan kongenital (Down’s Syndrome).
5. Pemeriksaan darah janin
Pemeriksaan
darah janin dilakukan selama berlangsungnya persalinan dan pemeriksaan ini
dapat dilakukan berulang-ulang menurut kebutuhan. Darah diambil dari kulit
kepala bayi dengan menggunakan amnioscoop secara avue ditusukkan lancet pada
kulit kepala bayi. Beberapa tetes darah diambil dengan tabung kapiler. Dengan
pemeriksaan ulangan dapat diikuti secara seksama perubahan darah bayi selama
proses persalinan. Ternyata pada partus normal terdapat penurunan pH dari 7,35
– 7,21, dari pembukaan cervix 1 cm – 10 cm.
Bila pH darah janin antara 7,1
– 7,2 berarti janin dalam keadaan asfiksia ringan dan bila pH kurang dari 7,1
janin dalam keadaan asfiksa berat.
6. Pengamatan Frekuensi Detik Jantung Janin :
Telah diterangkan bahwa
gangguan homeostasis dapat menyebabkan takikardi atau bradikardi.
Bila detik jantung janin 120-160 per menit
= normal
Bila detik jantung janin lebih dari 160
per menit = takikardi.
Ini berarti bayi dalam keadaan gawat dan
makin lama takikardi berlangsung makin jelek. Bila terdapat bradikardi (kurang
dari 120 permenit) harus diketahui ada tidaknya kontraksi uterus :
-
Bila bradikardi timbul ±
15 detik setelah kontraksi uterus dan detik jantung menjadi normal lagi bila
uterus hampir selesai kontraksi ini berarti normal. Bradikardi semacam ini lazim
terjadi pada akhir kala I dimana ketuban sudah pecah dan kepala janin sudah
turun ke dalam pelvis.
-
Bila bradikardi masih sudah timbul ±
30 – 60 detik setelah kontraksi uterus dan berlangsung terus walaupun uterus
sudah relaksasi ini berarti janin dalam keadaan gawat.
EVALUASI BAYI BARU LAHIR :
Bila bayi sudah lahir kita dapat secara langsung memeriksa
keadaan bayi tersebut. Evaluasi bayi baru lahir penting sekali untuk dapat
menentukan tindakan yang harus dilakukan dan untuk menentukan prognosis bayi.
Lebih cepat kita mengatasi keadaan yang abnormal lebih baik
pula prognosisnya dan kemungkinan timbulnya komplikasi juga lebih kecil. Untuk
evaluasi ini pada tahun 1952 Virginia Apgar (Pediater dari New York Cornell
University) menciptakan suatu cara yang kemudian disebut Apgar scoring system.
Cara ini memperhatikan lima gejala vital bayi ialah : detik jantung, tonus
otot, pernafasan, refleks dan warna kulit. Tiap gejala diberi angka 0, 1 atau 2
menurut keadaan seperti tercantum :
|
0
|
1
|
2
|
Heart Rate
Resp. effort
Muscle tone
Reflex irritability
Color
|
Absent
Absent
Flaccid
No Response
Blue pale
|
Lambat < 100 / mnt
Menangis lemah
Hypoventilasi
Some Flexion : of extremitis
Some motion
Grimace
Blue hands &
Feet Body Pink
|
³
100/mnt
menangis kuat
Flexie yang kuat gerakan aktif
Cry
Extremely pink
|
Jelas bahwa Apgar Score maksimum adalah 10 dan minimum adalah
0, A.S harus ditentukan 1 menit
dan 5 menit setelah seluruh badan bayi lahir. Bila A.S kurang dari 7
pada menit ke 5 maka A.S. 10 – 15 – 20 menit dicatat. A.S dinilai pada menit
pertama sebab pada 1 menit setelah lahir terdapat clinical depression
yang terberat pada bayi tersebut dan AS 1 menit ini menunjukkan keadaan keseimbangan
asam basa bayi, tapi bukan menunjukkan keadaan oksigenasi darah bayi. AS 1
menit memberikan pedoman kepada kita keadaan oksigenasi darah bayi. AS 1 menit
memberikan pedoman kepada kita untuk menentukan cara menolong bayi tersebut. AS
5 menit memberikan refleksi pada prognosis bayi baik morbilitas maupun mortalitasnya.
Lebih rendah AS 5 menit lebih jelek prognosisnya. Penggunaan cara Apgar score
ini memudahkan kita menggolongkan bayi yang baru lahir dalam 3 golongan.
Bila AS 1 menit : 7 – 10 = normal = vigorous
4 – 6 = asfiksia ringan / livide = mild-moderately
depressed
0 – 3 = asfiksia berat / pallida =
severely depressed
Istilah asfiksia livide / pallida tak dipakai lagi
Ternyata pula bahwa AS 1 menit ini menunjukkan keseimbangan
asam basa sebab pada pemeriksaan pH bayi ternyata :
Bila AS 1 menit :
7 – 1 = pH = 7,20
4
– 6 = pH = 7.10 – 7,0
0
– 3 = pH = 7,10
Kemungkinan ini memberikan pedoman kepada kita untuk bertindak
pada bayi Asfiksia berdasarkan hasil evaluasi menurut cara Apgar score.
Tetapi resusitasi bayi harus dilakukan segera setelah bayi
lahir, tidak menunggu Apgar menit pertama.
ASFIKSIA NEONATORUM :
Asfiksia neonatorum = bayi yang tak dapat
bernafas secara spontan teratur dan adekuat.
Asfiksia Neonatorum ini
sebenarnya merupakan kelanjutan daripada keadaan janin intra uterine.
Proses-proses yang dapat menghalangi / mengganggu fungsi pertukaran gas-zat
makanan dapat menyebabkan Asfiksia Neonatorum.
Sebab-sebab Asfiksia Neonatorum :
Sebab-sebab asfiksia dapat terletak pada ibu, plasenta,
janin/bayi
Faktor Ibu :
A. Hipoksia
Hipoventilasi akibat pemberian
obat-obat sedative atau anaesthesia, laryngo spasme, inhalasi muntahan dan
menghirup campuran gas yang kurang O2 nya, mengakibatkan hipoksia
Ibu. Hipoksia ibu menyebabkan O2 yang diangkut ke plasenta juga
kurang dan ini menyebabkan hipoksia pada janin dengan segala akibatnya.
-
Hipoksia
kronis terdapat pada ibu yang
mendapat tekanan O2 udara rendah misalnya di daerah pegunungan.
Keadaan ini tak menyebabkan Asfiksia pada janin sebab terdapat mekanisme
kompensasi pada janin dengan memperluas permukaan plasenta untuk pertukaran gas
sehingga kebutuhan dapat dicukupi. Ternyata pada keadaan ini plasentanya lebih
luas dan lebih besar dari kasus-kasus dari dataran rendah. Disamping perluasan
permukaan plasenta ibu juga memperbesar oksigen carrying capacity dari
darahnya.
-
Anemia ibu, methemoglobinemia dan mengurangnya oksigen carrying
capacity, penyakit paru-paru dan penyakit jantung yang kronis menyebabkan pula
hipoksia pada ibu. Tergantung proses tersebut di atas bagaimana cepatnya
timbul, janin tersebut akan mendapat akibatnya. Makin cepat terjadinya hipoksia
pada ibu, janin makin tak ada waktu untuk mengadakan kompensasi.
B. Uterine Blood Flow
Ternyata jumlah darah yang
dialirkan ke dalam uterus cepat meningkat dengan tuanya kehamilan :
-
pada kehamilan 10 minggu jumlahnya : ±
50 cc/ permenit
-
pada kehamilan 30 minggu jumlahnya : 190
cc / permenit
Mudah dimengerti bahwa bila
oleh karena sesuatu sebab uterine blood flow terganggu maka darah yang mengalir
ke dalam plasenta berkurang dan bayi mengalami gangguan homeostasis.
Untung dengan adanya fetal circulation
terdapat sesuatu safety margin. Misalnya aliran darah ke uterus terhenti sama
sekali janin masih dapat hidup beberapa menit (keadaan ini dapat terjadi pada
ibu yang mendadak meninggal)
Hipotensi :
Pada ibu, apapun sebabnya akan
mengakibatkan berkurangnya volume darah dari ruangan interfilli dan plasenta,
dengan gangguan pertukaran zat antara ibu dan janin. Hipotensi pada ibu dapat
terjadi oleh karena perdarahan yang banyak sampai terjadi syok, spinal
anaesthesia, dehidrasi, dsb.
Obat-obat vasopressor pada ibu dapat menyebabkan faktor konstriksi pembuluh
darah uterus dan menyebabkan berkurangnya uterus blood flow, vasopressor
diberikan pada keadaan ibu hipotensi, jelas disini bahwa hipotensi sendiri
sudah menyebabkan gangguan homeostasis janin ditambah vasopressor agen yang akan
memperhebat komplikasi pada janin.
Supine Hipotensive syndrome
Pada keadaan ini hipotensi pada
ibu disebabkan oleh karena uterus yang mengandung tadi menekan vena cava
inferior pada collumna vertabrae bila ibu tidur telentang. Penekanan juga
terjadi pada aorta abdominalis.
Terapi pada keadaan ini dengan cara
menghilangkan tekanan pada pembuluh darah dengan menyuruh ibu tidur miring atau
mengalihkan letak uterusnya.
Pengurangan uterine blood flow :
Terjadi pada beberapa penyakit
ibu : pre eklampsia, hipertensi yang kronis, diabetes mellitus, dsb.
Keadaan-keadaan tersebut di atas
menyebabkan penggolongan bayi ini dalam bayi resiko tinggi.
Faktor Plasenta :
Luas permukaan plasenta
untuk pertukaran gas dan zat antara janin dan ibu dapat mempengaruhi janinnya.
Misalnya plasenta yang sangat kecil atau banyak infark, abruptio plasenta,
plasenta dengan insersie yang tak sempurna, plasenta praevia, dsb. Keadaan-keadaan
ini semua memperkecil luas permukaan bagi pertukaran zat-zat sehingga janin
mudah mengalami gangguan homeostasis. Plasenta yang mengalami radang dan
plasenta yang oedematus mungkin mengalami insufficiency oleh karena bertambah
tebalnya jaringan yang memisahkan aliran darah ibu dan aliran darah janin.
Keadaan ini terdapat pada lues dan keradangan lain dan juga erythroblastosis
fetalis (Rh) Bayi ini sering lahir dalam keadaan asidosis berat.
Umbilicus :
Bila ada gangguan aliran darah melalui tali pusat apapun
sebabnya, pertukaran zat antara ibu dan janin akan terganggu. Gangguan aliran
darah tali pusat itu dapat disebabkan oleh prolapsus, lilitan tali pusat yang
erat terjepitnya tali pusat antara janin dengan pelvis ibu.
Keadaan-keadaan ini akan menyebabkan gangguan
homeostasis. Pembuluh umbilicus sangat peka terhadap manipulasi, misalnya
rangsangan jari-jari penolong, pula peka terhadap perubahan atau penurunan
temperatur, juga terhadap kenaikan tekanan O2. Keadaan ini
menyebabkan vasokonstriksi dan oleh karena itu akan mengurangi aliran darah ke
tubuh janin sehingga janin akan mengalami gangguan homeostasis.
Faktor Janin :
Gangguan aliran darah dalam tubuh janin
menyebabkan berkurangnya darah yang mengalir ke dalam plasenta dan ini
menyebabkan gangguan fungsi pertukaran zat pada plasenta, gangguan sirkulasi
janin dapat disebabkan oleh hipotensi sebagai akibat pemberian obat hipotensi
atau anti hipertensi pada ibunya. Keadaan gangguan sirkulasi janin dapat pula
disebabkan oleh anemia pada janin sehingga oksigen carrier capacyty
kurang ini terdapat pada Rh antagonis, Feto Fetal Transfusion, Feto Maternal
Transfusion.
BAYI BARU LAHIR
Segera
setelah lahir fungsi plasenta dalam pertukaran gas segera diambil alih oleh
paru-paru dan tractus circulatorius bayi. Maka segala gangguan pada pernafasan
bayi akan menyebabkan asfiksia. Telah kita uraikan di atas bahwa sebenarnya
asfiksia pada bayi baru lahir merupakan kelanjutan dari pada asfiksia yang
terjadi hanya ringan dan asfiksia ringan ini bahkan merupakan salah satu
stimulus pada susunan syaraf pusat untuk usaha bernafas setelah bayi itu lahir,
sehingga dalam beberapa detik setelah lahir telah mulai pernafasan yang teratur
secara spontan. Jadi asfiksia yang ringan bahkan menguntungkan. Tetapi asfiksia
berat daripada janin maka janin akan mengadakan usaha pernafasan sebelum lahir,
jadi janin akan sudah bernafas di dalam jalan lahir atau uterus, sehingga
terjadi aspiratie : air ketuban dengan meconiumnya atau aspiratie debris yang
terdapat dalam jalan lahir. Hal ini akan menyebabkan obstruksi jalan nafas dan
ini akan mempersulit pernafasan spontan daripada bayi setelah lahir. Lagi pula
pada asfiksia berat pada janin pusat pernafasan sudah lumpuh oleh anoxia dan
asidosis yang berat. Bayi ini tak akan dapat hidup bila kita tidak memberi
pertolongan. Kita harus berusaha agar bayi dapat mulai bernafas, usaha ini
adalah resusitasi.
OBAT
yang diberikan pada ibu dapat sampai pada janin melalui plasenta misalnya :
analgesic, anaestetica yang diberikan pada ibu waktu partus dapat menyebabkan
depressi daripada pusat pernafasan bayi. Pada keadaan-keadaan ini meskipun
janin dalam uterus tak mengalami gangguan homeostasis tapi setelah lahir bayi
tak dapat bernafas secara spontan oleh karena depressi susunan syaraf pusatnya.
Pada keadaan-keadaan ini harus diberikan zat penawar atau antidotum yang tepat
selain usaha resusitasi lainnya.
KELAINAN CONGENITAL yang terdapat pada bayi dapat menyebabkan gagalnya pernafasan
misalnya : pada bayi prematur dengan paru-paru yang belum sempurna.
-
Hernia Diaphragnatica
-
Adanya obstruksi jalan nafas misalnya oleh
tumor
-
Atresia choane
-
Adanya hipogenesis / agenesis paru-paru
-
Adanya kelainan bentuk dinding thorax
misalnya funnel cattest yang hebat dan sebagainya.
RESUSITASI :
Bayi yang mengalami asfiksia berat tak mungkin bernafas
spontan. Makin lama asfiksia berlangsung makin sukar menolong dan makin besar
pula kerusakan yang akan terjadi, maka untuk mencegah kematian atau mencegah
timbulnya cacad pada bayi kita harus secepat mungkin memberi pertolongan
asfiksia neonatorum.
Pertolongan harus tepat dan cepat ! Asfiksia Neonatorum
merupakan salah satu keadaan darurat yang terpenting pada Ilmu Kesehatan Anak
Untuk mencapai tujuan kita maka pada tiap persalinan patologis
dan pada tiap persalinan dengan resiko tinggi kita harus sudah siap untuk
melakukan resusitasi.
Tindakan-tindakan yang harus dilakukan ialah :
-
Sebelum bayi
lahir :
*
Status lengkap
harus : sudah dibuat mengenai kasus yang kita
hadapi. Harus ditanyakan secara teliti tentang kehamilan dan persalinan yang
terdahulu, tentang penyakit dan komplikasi waktu kehamilan sekarang ini, serta
pengobatannya, tanyakan tentang pengawasan perinatal, tanyakan tentang kapan
ketuban pecah, bau, dan warna air ketuban, obat yang telah diberikan selama
persalinan (analgesic dan anaestetica), tentang dosis dan kapan diberikan,
adanya tanda-tanda gawat janin berapa lama sebelum lahir, dsb.
*
Peralatan : teliti baik-baik apakah semua peralatan yang dibutuhkan pada
resusitasi telah tersedia dan coba apa alat-alat tersebut bekerja dengan baik.
Siapkan tempat tidur bayi yang telah dihangatkan sebelumnya.
-
Waktu bayi
lahir :
*
Usaha dipusatkan
pada membersihkan jalan nafas. Sebelum jalan nafas bersih tak usah dihiraukan
akan permulaan pernafasan. Bahkan bila jalan nafas belum bersih dan bayi sudah
mulai bernafas, material yang ada dalam jalan nafas akan terhirup ke dalam
paru-paru. Sering material ini mengandung kuman dan pula dapat menyebabkan
obstruksi jalan nafas yang dalam. Terutama bayi yang amat lemah dimana biasanya
reflex batuk tak ada, jangan lupa membersihkan rongga mulut bayi.
CARA MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS :
1.
Letakkan bayi
miring dengan kepala lebih rendah dari tubuhnya agar cairan yang mengisi jalan
nafas dapat mengalir keluar. Tapi bila bayi sudah mulai bernafas jangan
pertahankan posisi ini sebab pernafasan bayi terutama tipe abdominan. Dan bila
kepala tetap lebih rendah dari tubuh, maka organ-organ dalam rongga perut akan
terjatuh ke arah rongga paru-paru dengan menekan diafragma sehingga
pengembangan paru-paru akan terhambat.
2. Gunakan pengisap lendir biasa, jangan gunakan pengisap listrik
sebab biasanya daya pengisap terlalu kuat dapat menyebabkan luka-luka.
Hisap lendir dan cairan dalam
mulut dan faring bayi. Tak usah mengisap sampai ke dalam oesophagus. Lakukan
tindakan ini dengan hati-hati tapi cepat, hindarkan gerakan yang kasar sebab
dapat menyebabkan laryngospasmus.
-
Usahakan agar bayi tak kedinginan. Segera
keringkan bayi dan bungkus dengan selimut agar bayi tetap hangat.
-
Pada saat ini pertimbangkan pemberian anti
dotum yang tepat bila ibu mendapat obat yang dapat menyebabkan depressi pernafasan-misalnya
: berikan nalorphin pada pemberian morphin.
-
Sementara itu tentukan apgar score 1 menit
dan kemudian 5 menit dan bila perlu apgar score 10 menit, 15 menit, dsb.
POST PARTUM :
Tergantung daripada apgar
score 1 menit kita bertindak sebagai berikut :
1. Bila Apgar score : 7 – 10 :
Letakkan bayi di atas tempat
tidurnya yang telah dihangatkan dan diobservasi dengan teliti tentang
tanda-tanda vitalnya. Lakukan hisapan lendir lagi bila perlu. Perhatikan ada
kemungkinan perdarahan pada tali pusat.
2. Bila Apgar score : 4 – 6 :
Berikan rangsangan taktil pada
bayi misalnya : dengan menepuk telapak kakinya. Bila dengan rangsangan taktil
belum berhasil atau pernafasan masih lemah tetapi detik jantung > 100/ menit
Berikan O2 sungkup sebanyak 4
liter permenit. O2 dapat merangsang nerfus trigeminus pada muka bayi
dan dapat menyebabkan bayi bernafas.
3. Bila AS 0 – 3 :
Harus segera diberikan pernafasan buatan
dengan tujuan memberi O2 dan mengeluarkan CO2 pada bayi
dengan menggunakan tenaga penolong.
CARA PERNAFASAN BUATAN :
Bila mungkin segera lakukan laryngoscopie secara avue dihisap lendir, meconium, darah dan lain-lain yang mungkin terdapat dalam jalan nafas. Dengan tindakan ini sering pernafasan dapat dimulai. Tapi bila pernafasan belum juga dimulai masukkan segera endotracteal tube dan masukkan O2 ke dalam tube ini secara intermitten.
INTERMITTEN POSITIVE PRESSURE VENTILATOR
(IT.PPV) dengan cara :
Mouth to tube : penolong meniup ke dalam indotraucheal
tube setelah menolong menghirup oksigen (O2) 100% atau darah segar.
Pulmonar
to tube : dengan menggunakan pompa ditiupkan O2 ke dalam tube.
-
Bila tak tersedia alat-alat pernafasan
mouth to mouth cukup baik
Tetapi cara ini sudah ditinggalkan, mengingat
risiko penularan AIDS, hepatitis, dst kepada penolong (resusitator). Tersedia
alat sederhana (sungkup) yang cukup efektif berfungsi sebagai VTP (Ventilasi
Tekanan Positif)
-
Bila hanya tersedia pulmonator saja inipun
dapat dipergunakan dengan atau tanpa persediaan O2 100%. Kerugian
mouth tube mouth respirasi ialah sering bayii mendapat kontaminasi kuman-kuman
dari penolong dan sering lambung kemasukan udara sehingga dystensi, Pernafasan
dengan pulmonator juga menyebabkan dystensi lambung.
Dalam melakukan nafas buatan, dengan
menggunakan alat atau tidak, penting sekali memperhatikan hal-hal tersebut di
bawah ini :
-
“Tidal Volume” bayi sangat kecil ialah
kurang lebih 15 cc maka bila meniupkan udara ke dalam paru-paru bayi ingat akan
di dalam volume yang kecil ini.
-
Tekanan udara yang dihembuskan ke dalam
paru-paru bayi harus dibatasi supaya tak terjadi pneumo thorax. Hembusan
pertama harus antara 25 – 35 cm H2O dan dipertahankan selama 1 – 2
detik saja. Hembusan kemudian tekanan kurang lebih 10 cm H2O selama
kurang lebih ½ detik.
-
Frekuensi pernafasan buatan 40/permenit
dalam prakteknya kita hanya memberikan tiupan terkecil dalam waktu terpendek
yang cukup untuk menaikkan dada bayi. Perlu diperhatikan naik turunnya dada
bayi untuk memastikan bahwa udara yang ktia tiup itu betul-betul masuk ke dalam
paru-paru bayi.
Kemudian harus dilakukan tindakan-tindakan
untuk mengkoreksi kelainan dalam darah :
1. Untuk asidosis beri larutan alkali larutan NaHCO3 dengan
dosis 2 – 4 meg/ kg. Larutan NaHCO3 ini diberikan dalam keadaan
encer dengan konsentrasi tidak lebih dari 4%. Pemberian seluruh dosis itu
langsung intravena dapat melalui vena perifer (scallp vein) atau ke dalam
pembuluh darah umbilicus. Pemberian harus perlahan-lahan; seluruh dosis diberikan
dalam 3 – 4 menit. Bila perlu dapat diulangi pemberian Na HCO3 asal
jangan melebihi jumlah seluruh Na 8 mg/kg/hari.
2. Sering terjadi Hipoglikemia untuk ini berikan infus larutan
glucose 10% dengan dosis ± 60 – 70 cc/ kg/24 jam
Usaha untuk merangsang bayi
agar bernafas kecuali dengan rangsangan taktil tak dibenarkan. Misalnya
pemberian coramin / lobelin dsb, sekali-kali jangan dipakai sebab obat-obat ini
bahkan memberil komplikasi misalnya : coramin sering memberi hipotensi yang
tentunya amat merugikan. Pula rangsangan lain misalnya menyiram bayi dengan air
dingin atau alkohol sama sekali tak diperbolehkan. Bahkan sedapat mungkin kita
harus mempertahankan suhu tubuh penderita dengan jalan segera membersihkan bayi
dan mengeringkan tubuh dan kepalanya serta membungkus tubuh dan kepala dengan
kain yang sudah dihangatkan.
Komplikasi yang dapat terjadi setelah
asfiksia berat :
1. Oedema cerebri / perdarahan otak sering pada keaddaan ini terjadi tanda-tanda
gangguan SSP misalnya : lethargi, twiching, kejang-kejang. Dalam hal ini harus
dilakukan restriksi cairan dan diberikan sedative / anti konvulsi
2. Functional intestinal obstruction : bayi menampakkan gejala
ileus ini disebabkan oleh karena anoxia pada daerah GI tract sehingga terdapat
gangguan fungsi. Keadaan-keadaan ini biasanya memerlukan pemberian minum per
oral yang ditunda.
Infeksi Perinatal :
Salah satu bahaya yang
dapat mengancam kelangsungan hidup bayi pada periode perinatal ialah infeksi.
Terutama dimana higiene kurang baik pada tingkat kesehatan masyarakat tersebut
masih rendah. Persoalan infeksi besar sekali :
1. Infeksi dapat terjadi sedang janin masih dalam uterus ialah
bila ibunya mengalami infeksi dan melalui darah ibu (hematogien) maka plasenta
terjangkit dan selanjutnya oleh karena fungsi barrier plasenta rusak janin
terjangkit pula.
2. Cara infeksi lain yang lebih sering terjadi ialah secara
percontinuitatum. Hal ini terjadi biasanya waktu proses persalinan sudah
dimulai. Kuman-kuman dalam jalan lahir Ibu bila keadaan tak normal pada ibunya
dapat melalui servix menuju ke dalam rongga uterus. Hal ini lebih sudah terjadi
bila ketuban sudah pecah, maka janin secara langsung berhubungan dengan jalan
lahir ibu yang tak steril itu. Bahkan meskipun ketuban belum pecah kuman dapat
menjangkiti ketuban dan dari sini masuk ke dalam air ketuban. Untuk selanjutnya
masuk ke rongga mulut dan ke dalam tractus digestive dan tractus respiratorius
dan hal ini dapat menyebabkan pneumonia (congenital), dapat terjadi sepsis, moniliasis,
gastroenteritis, dsb.
3. Cara penularan lain ialah setelah bayi lahir oleh karena itu
tindakan kita terjadi penjangkitan, waktu mengadakan resusitasi dengan alat
yang tak steril, memberi O2 dengan alat-alat yang tak steril, memberi minum
yang tidak memenuhi syarat sterilisasi.
Menurut waktu terjadinya infeksi maka
infeksi perinatal dibagi sebagai berikut :
1. Infeksi antenatal : biasanya cara infeksi melalui darah atau
hematogien misalnya virus : hepatitis variola rubella,
- protozoa : toxoplamosis
-
spiroceata : lues congenital
2. Infeksi intrapartum :
Cara infeksi percontinutatum
Terdapat pada : persalinan patologi misalnya partus kasep,
ketuban pecah dini, fetal distress, sering toucher, dsb.
3. Infeksi postnatal
DIAGNOSA SEPSIS NEONATORUM :
Sepsis pada seorang bayi tak memberi gejala yang nyata atau
spesifik, oleh karena itu sering kita terlambat memberi terapy. Tetapi meskipun
diagnosa cukup dini mortalitas pada sepsis neonatorum masih besar sekali. Oleh
karena itu maka prophylaxis sangat penting. Gejala klinik misalnya : kenaikan
suhu tubuh sering tak dijumpai pada sepsis neonatorum bahkan sering didapatkan
temperatur yang febriel.
-
Darah leucocyte : jumlah yang tinggi
terutama batang menunjukkan adanya sepsis, harga neutrophyl lebih besar
15000-30000 per mm adalah abnormal dan batang lebih besar 5000 per mm3
lebih besar maknanya. Bila terdapat leopeni kurang dari 1500 per mm3
ini jelas tak normal.
LED
: Bila lebih besar dari 8 mm/ per jam tidak normal Trombocyt kurang dari
100000/ mm3 tidak normal.
-
Keadaan umum yang tidak baik; lemah atau
(lethargi).
1. Tak kuat mengisap
2. Berat badan tidak bertambah
3. Gejala GI tract, muntah mencret dan kembung
4. Icterus
Untuk memenuhi diagnosa harus dikumpulkan
sebanyak mungkin data sebab gejala-gejal tersebut di atas tidak spesifik.
-
Buat anamnesa yang teliti :
1. adanya ibu dengan infeksi sebelum atau waktu bersalin
2. Perjalanan persalinan
3. Pecahnya ketuban
4. Warna dan bau air ketuban
5. Tindakan postpartum : penghisapan lendiir, perawatan tali
pusat, resusitasi.
-
Periksa teliti gejala tersebut di atas
-
Periksa : darah, urine, liquor, x – foto
thorax
Pemberian antibiotika prophylaxis harus
diberikan sehubungan dengan sukarnya diagnosa dan jeleknya prognosa sepsis
neonatorum
INDIKASI PEMBERIAN ANTIBIOTIKA :
1. Ketuban pecah > 6 jam
2. Infeksi ibu sebelum partus : ibu panas, cystitis, dsb
3. Air ketuban keruh dan berbau
4. Air ketuban campur meconium
5. Bayi dengan resusitasi
6. Bayi dapat pengobatan dengan infus
7. Partus kasep, partus lama, fetal distress
8. Kateter umbilicus, tranfusi tukar.
PERAWATAN BAYI
Pada tiap persalinan, bagi mereka yang
harus merawat bayinya, harus mengetahui betul tentang kasus yang dihadapi. Oleh
karena itu sebenarnya perawatan bayi sudah dimulai di dalam kamar bersalin.
Pentingnya mengetahui tentang kasus yang dihadapi ialah agar dapat dipersiapkan
segala sesuatunya (misalnya : O2, resusitator, laryngoscop, dsb)
agar bila bayi telah lahir dapat segera dilakukan tindakan yang tetap. Misalnya
yang dihadapi suatu kasus dengan detik jantung janin jelek, maka segala
perlengkapan untuk resusitasi harus disiapkan. Bila kasusnya adalah kelahiran
prematuritas, siapkanlah segala sesuatunya untuk menghindari penurunan suhu
tubuh bayi yang berlebihan, misalnya popok, selimut yang dapat dihangatkan,
dsb.
PERAWATAN BAYI DI DALAM KAMAR BERSALIN :
Segera setelah kepala bayi tampak
bersihkanlah lubang-lubang hidung dan mulut bayi dengan menggunakan kain kasa
steril. Kotoran atau lendir dan darah yang terdapat di depan lubang hidung dan
mulut bayi bila tak segera dibersihkan akan terhirup ke dalam paru-paru bila
bayi bernafas.
Bila bayi telah lahir seluruhnya
maka usaha kita pusatkan pada pembersihan jalan nafas. Posisi bayi pada saat
–saat ini sebaiknya kepala lebih rendah daripada tubuhnya agar mempermudah
drainage. Hal ini dapat dikerjakan, antara lain dengan mengangkat bayi pada
kakinya dengan kepalanya kebawah sedangkan dengan tangan lain kita menahan
berat badan bayi pada bahu atau kepalannya. Usaha untuk menahan berat badan
bayi ini perlu agar dapat dihindarkan terjadinya luxatio pada persendian
panggul. Sedapat mungkin jalan nafas sudah bersih sebelum bayi menarik kapas
pertamanya. Sebaiknya gunakan penghisap lendir biasa, bukan dengan penghisap
listrik, sebab dengan hisapan mulut lebih mudah mengkontrol kekuatan hisap agar
tak melukai mukosa bayi yang amat lemah itu, kerjakan penghisapan ini cepat,
tapi jangan tergesa-gesa dan sekali-kali jangan secara kasar. Catheter
penghisap lendir, jangan dimasukkan dalam-dalam. Pertama-tama bersihkan
kedua lubang hidung dan kemudian dengan jari telunjuk tangan kiri sebagai
penunjuk kita bersihkan rongga mulut bayi. Jangan diusahakan memasukkan
catheter sampai oesophagus.
Sementara ini kita tentukan
Apgar score pada menit pertama. Penentuan Apgar Score ini didasarkan atas
pemberian nilai 0,1 atau 2 untuk gejala pada bayi.
|
0
|
1
|
2
|
1.
Detik
jantung
2.
Usaha
pernafasan
3.
Tonus otot
4.
Reflex, atas
pembersihan jalan nafas
5.
Warna kulit
|
-
lunglai
-
pucat biru
seluruh tubuh
|
< 100 / mnt
tangisan lemah tak teratur
sedang
menyeringai
tubuh merah
extrimitas biru
|
³
100/mnt
tangisan kuat
pergerakan aktif
menangis, batuk, bersin
seluruh tubuh merah
|
Score maksimum 10 dan minimum 0
Score 7 – 10 berarti : bayi normal
Score 6 – 11 berarti : asfiksia ringan
Score 0 – 3 berarti : asfiksia berat
Berdasarkan Apgar Score ini kita tentukan tindakan selanjutnya.
Perlu disinggung di sini bahwa kebiasaan yang masih dikerjakan
untuk menepuk/memikul punggung atau bokong bayi agar cepat menangis
sekali-kali tak dibenarkan sebab dapat memberi trauma pada organ tubuh bayi
yang dapat amat berbahaya. Pula usaha agar bayi dapat menangis dengan jalan
memberi rangsangan dengan menyiram sesuatu yagn dingin seperti alkohol atau air
dingin sekali-kali tak diperbolehkan. Apapun yang terjadi pada bayi usahakan
agar bayi jangan sampai kedinginan, Misalnya dengan membungkus bayi dengan
handuk, popok atau selimut yang bersih.
Kemudian tali pusat dapat dipotong.
Saat yang baik untuk pemotongan tali pusat pada persalinan normal ialah ±
30 – 60 detik, ini sesuai dengan lamanya kesibukan pada pertolongan persalinan.
Pada keadaan tertentu misalnya adanya infeksi intra uterin, Rh.
Antagonisme, plasenta praevia dengan perdarahan intrapartum, dsb; pemotongan
tali pusat harus secepat mungkin.
Keadaan lain memerlukan pemotongan tali pusat yang lebih
lambat, misalnya sampai tali pusat berhenti berdenyut. Dengan menunda
pemotongan tali pusat dapat diharapkan transfusi plasenta pada bayi. Pada
transfusi plasenta ini dapat dipindahkan sebanyak sampai 80cc darah dari
plasenta ke bayi. Ini diperlukan misalnya pada bayi prematur. Cara untuk
mendapat transfusi plasenta dengan mengurut (milking) tali pusat tak dapat
dibenarkan sebab hal ini dapat menyebabkan emboli, dsb.
Tak perlu dikatakan lagi bahwa pemotongan tali pusat harus
semuanya secara steril. Panjang tali pusat yang tertinggal pada bayi kira-kira
5 cm. Diperlukan lebih panjang ( 5 – 10 cm) pada keadaan-keadaan dimana bayi
memerlukan obat-obat yagn hanya dapat diberikan melalui pembuluh darah
umbilicus, misalnya pada bayi dengan asfiksia berat.
Pengikatan tali pusat harus erat agar tak terjadi perdarahan.
Sebaiknya digunakan tali yang tak menyayat agar bila ikatan dieratkan tali
pusat tak terpotong oleh tali pengikat. Ujung tali pusat ditutup dengan kasa
steril. Sementara ini ditentukan Apgar Score 5 menit, dan bial masih dibawah 7,
score 10 menit dsb. Harus ditentukan lagi.
Kemudian bayi harus dibersihkan dari kotoran yang melekat
padanya.
Tergantung keadaan bayi apakah boleh dimandikan. Bila keadaan
tak baik misalnya : asfiksia, prematur, small for dates, dsb; tak usah dimandikan,
cukup dengan segera mengeringkan bayi dan membersihkannya dengan handuk kering.
Ini penting agar bayi tidak menjadi kedinginan. Setelah ini pengobatan mata
bayi secara Crede dengan Nitras Argenti dikerjakan secara rutin. Lalu ikatkan
pada lengan bayi identitasnya yang berisi :
-
nama ibu/bapak
-
alamat orang tua
-
kelamin
-
tanggal lahir
Kemudian kita perlihatkan bayi yang sudah dirawat dan diberi
pakaian pada ibunya dan dibawa ke ruang bayi.
Perawatan bayi di dalam ruang bayi :
Bila telah diketahui sebelum persalinan
bahwa bayi yang akan dilahirkan itu keadaannya tak baik (asfiksia, prematur,
dsb) sebaiknya sudah disiapkan tempat tidur bayi yang sudah dihangatkan.
Perlu ditekankan bahwa pada prinsipnya
perawatan bayi harus secara
ASEPTIK :
Sebelum memegang bayi cuci tangan sampai siku dengan sabun dan
air mengalir (ledeng), jangan pakai jam tangan, cincin, ini menyebabkan cara
mencuci yang tak sempurna. Jangan kuku dipelihara panjang ini merupakan sarang
kuman. Tiap selesai memegang bayi yang satu cuci tangan dahulu baru
diperbolehkan memegang bayi yang lain. Tak dibenarkan menggunakan tempat cuci
tangan dengan ember yang telah diisi degnan bahan antiseptik. Handuk yang
dipakai mengeringkan tangan harus sering diganti agar tak menjadi basah. Mereka
yang bekerja di ruang bayi harus menggunakan gaun kerja yang bersih dan khusus
dipakai di dalam ruangan saja. (gaun harus dilepas bila keluar ruangan).
Sepatu yang dipakai di luar ruangan bayi harus dilepas sebelum
memasuki ruangan dan diganti dengan sandal khusus untuk ruangan.
Batasi sedapat mungkin orang-orang yang masuk ke dalam ruang
bayi dan tiap orang harus masuk ruangan harus mentaati segala tindakan aseptik
tersebut di atas.
Sesampainya di ruangan
kerjakan hal tersebut di bawah ini :
-
cocokkan identitasnya bayi, nama orang
tua, alamat , kelamin, tanggal lahir,
-
Timbang bayi, ukur panjang badan,
lingkaran kepala dan lingkaran dada
-
Perhatikan warna kulit, respirasi,
tangisan bayi dan lihat adanya perdarahan tali pusat
-
Hisap lendir dari mulut dan hidung bila
perlu
-
Rawat tali pusat lebih lanjut : tali pusat
diberi obat antiseptik untuk menghindari infeksi. Obat-obat itu dapat
mercurochrom 2%, tripple dye, kompress 70% dan ujung sayatan diberi yodium3%.
Obat-obat ini dioleskan pada seluruh tali pusat secara merata dan pada kulit
abdomen sekitar inserti tali pusat. Kecuali obat-obat ini perawatan secara
aseptik adalah mutlak. Olesan obat-obat dapat diulangi bila dipandang perlu,
tapi setidak-tidaknya 1 x sehari, sampai tali pusat lepas.
-
Bila sudah bersih dari kotoran, darah
meconium, lendir, dsb. Tidurkan bayi di tempat tidurnya tanpa bantal dan
diselimuti secukupnya agar tak kedingingan. Peralatan tempat tidru dan pakaian
bayi harus mudah dicuci. Pakaian dan selimut yang berhubungan dengan tubuh bayi
harus setidak-tidaknya tiap hari dicuci dan peralatan lain dari tempat tidur,
misalnya kelambu, sprei, dll. Sedikit-dikitnya satu kali seminggu dicuci.
Kemudian observasi secara teliti tentang :
-
Warna kulit, respirasi dan tangisan bayi. Perhatikan tanda-tanda abnormal
seperti cyanose, pucat, pernafasan cepat, kejang, lunglai, tangisan dengan nada
tinggi.
-
Pada hari pertama post partum; perhatikan perdarahan
tali pusat pada ½ jam post partum, 2, 6, 12 dan 24 jam. Pada hari-hari
berikutnya perhatikan tanda-tanda infeksi pada tali pusat : kemerahan warna,
bau, nanah, dsb. Lakukan pembersihan tali pusat tanggal; kemudian rawat pusat
bayi dengan obat antiseptik tersebut sampai kering.
-
Cacat
temperatur rektal tiap 6 – 8 jam 1 kali bila normal. Bila terdapat
hypotermi (=36oC) tiap 4 jam
harus diulangi pengukuran temperatur. Thermometer harus tersedia sebuah untuk
setiap bayi.
-
Perhatikan tiap hari daerah kulit
yang mudah infeksi terutama pada lipatan-lipatan kulit misalnya : leher,
daerah, axilla, inguinal, daerah fossa cubiti, dsb. Usahakan agar tempat ini
kering, gunakan bedak bayi yang baik.
-
Timbang bayi tiap hari, malah kalau perlu beberapa kali sehari
misalnya pada bayi dengan muntah mencret, minum malas, dsb.
Ambil tindakan segera bila
terdapat penurunan 5%. Kadang-kadang penimbangan bayi tak boleh dilakukan bila
ada indikasi, misalnya bayi dengan partus pathologis : - forceps, vacum
extraksi, versi ekstraksi, sungsang, dll
-
Perhatikan berak dan kencing
bayi. Catat secara teliti kapan berak pertama, berapa kali sehari, warna berak
konsentrasi berak, kapan kencing pertama, berapa kali sehari, warna
kencing, jumlah kencing, dsb.
Bila dalam 12 jam pertama post
partum belum berak atau kencing harus dicari causanya.
-
Harus mendapat perhatian khusus :
1. Bayi-bayi dengan berat badan lahir rendah £
2500/ ini dapat prematur atau small for dates; yakni bayi dengan berat lahir
yang terlalu rendah untuk umur kehamilannya, bayi-bayi ini menderita malnutrisi
dalam kandungan.
2. Bayi dengan asfiksia, bila Apgar Score 1 menit 0 – 6
3. Bayi dari Ibu dengan diabetes mellitus
4. Bayi lahir secara tak wajar, misalnya sectio caessario,
forcepe, vacum extractie, sungsang, dsb.
Pada umumnya bayi ini harus
dirawat setempat, artinya tidak boleh dikeluarkan dari tempat tidurnya untuk
beberapa hari, jadi mengganti pakaian, membersihkan badan, memberi minum, dsb.
Harus tetap di tempat tidurnya. Ini untuk menghindarkan trauma lebih lanjut
pada bayi-bayi ini.
Cara memberi minum :
-
Persyaratan utama adalah bahwa semuanya
yang diberikan pada bayi harus steril
-
Usahakan sedapat mungkin memberi air
susu ibu
-
Susunan susu yang terbaik bagi bayi
-
Steril
-
Murah
-
Selalu siap dalam temperatur yang tepat
-
Memberi keuntungan psycologis bagi
hubungan baik antara ibu-anak
-
Mulai mencoba menetek pada 2 – 3 jam sesudah lahir, bila bayi dan ibu
dalam keadaan baik. Pada hari pertama jangan diberikan air susu ibu (menetek)
terlalu lama, hanya 1 – 2 menit saja. Dan sebaiknya diberikan pada kedua buah
dada. Ini bermaksud untuk memberi rangsangan pada pembentukan air susu ibu.
Pada hari—hari pertama oleh karena
biasanya air susu ibu belum cukup maka setelah
menetek bayi diberi susu bubuk
Pada bayi normal sebaiknya
diberi minum bila bayi lapar (call feeding demand feeding). Tiap kali
menetekkan sebaiknya pada kedua buah payudara. Pada umumnya setelah 5 – 8 menit
air susu ibu telah habis, jadi tak ada gunanya membiarkan bayi menghisap pada
kedua payudara yang sudah kosong. Bila telah kedua payudara dihisap habis dan
bayi masih lapar boleh ditambah dengan susu buatan lainnya secukupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar