Kulia Keracunan Makanan



1. KERACUNAN MAKANAN


Istilah keracunan makanan, food poisoning atau gastro enteritis akut adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala : perasaan mual, muntah, diare, dehidrasi hingga syok yang terjadi setelah makan dan minum makanan atau minuman yang mengganggu kesehatan.

Makanan menjadi beracun karena :
1.            Tercemar bahan kimia, misalnya : pestisida, lapisan logam kaleng makanan, kebocoran lemari es, fumigasi ruangan.
2.            Sengaja ditambahkan zat kimia tertentu sebagai penyedap, pemanis, pengawet, pewarna, pelunak makanan, anti oksidan.
3.            Secara alamiah sudah mengandung zat kimia, misalnya : singkong (sianida), jengkol (asam jengkolat), jamur Aspergillus flavus (aflatoksin), jamur Claviceps purpurea (ergot), jamur Amanita muscaria (muskarin).
4.            Tecemar mikroba (Salmonella, Staphylococcus, Clostridium Welchii, Clostridium Botulinum dan lain-lain) pada saat pengolahan atau penyimpanan.

Secara klinis etiologi keracunan makanan dapat diduga dari masa tunasnya. Bila muntah-muntah mulai ½ jam setelah makan, penyebabnya mungkin racun kimiawi. Bila terjadi dalam waktu 6 jam, penyebabnya mungkin toksin kuman, sedangkan bila terjadi setelah 12-48 jam penyebabnya mungkin kuman.

Pengobatan
Langkah penting yang perlu dikerjakan pada keracunan makanan adalah :
  1. Penilaian keadaan penderita
  2. Tindakan darurat
  3. Perawatan umum
  4. Perawatan khusus

A.          Penilaian keadaan penderita
Penting untuk : menentukan terapi, kemajuan klinis, ada tidaknya gangguan fungsi organ vital serta mendeteksi penyakit lain yang mungkin mempengaruhi terapi.

B.           Tindakan darurat
Tindakan-tindakan darurat meliputi :
·         Penatalaksanaan gagal nafas : bila ada gangguan pernafasan dan komplikasi nerologik dilakukan trakheotomi.
·         Penatalaksanaan kegagalan sirkulasi : mengatasi syok dan dehidrasi dengan pemasangan infus.
·         Pencegahan absorpsi racun lebih lanjut dengan cara :
Ä  Emesis (memuntahkan makanan) dengan merangsang farings.
Ä  Gastric lavage (kumbah lambung) bila keracunan kurang dari 4 jam
Ä  Laksans (garam Inggris) : absorpsi toksin diperkecil dan ekskresi dipercepat.
Ä  Karbon aktif (norit)
·         Memberikan antidotum.

C.           Perawatan umum
·         Untuk nyeri perut diberi spasmolitik
·         Bila ada demam diberi antipiretik
·         Mual dan muntah diberi : khlorpromazin (largaktil) 25 mg atau prokhlorperazin (stemetil) 10 mg atau trifluoperazin (stelazine) 1 mg.
·         Bila ada dugaan radang (ada demam dan lekosit dalam tinja) diberi antibiotik, misal-nya : Tetrasiklin 500 mg tiap 6 jam atau Khloramfenikol 500 mg tiap 6 jam, atau Kotrimoksazole 2 tablet tiap 12 jam.
      
D.          Perawatan khusus
Perawatan khusus tergantung dari penyebab keracunan makanan.





A.       BOTULISMUS

Keracunan terjadi karena makan makanan yang mengandung toksin Klostridium Botulinum. Botulismus sering akibat makan daging atau sayuran yang di kaleng.

Gejala dini berupa malaise, lemah, sakit kepala, dizziness, blurred vision dan mulut kering. Progresi penyakit bervariasi, kadang-kadang hanya ringan, terbatas pada mual dan gangguan penglihatan saja.

Fungsi sensorium dan intelektual tidak terganggu, ingatan tetap baik. Gejala nerologik : motoris, simetris, bilateral, sensoris tidak terganggu.

Diagnosis

1.            Diagnosis pada orang dewasa berdasar pada gambaran klinik saja.
2.            Konfirmasi hanya dengan menyuntikan serum penderita atau makanan yang dicurigai pada tikus.
3.            Klostridium botulinum mungkin dapat diisolasi dari tinja.

Pengobatan
1.            Penting : mempertahankan fungsi pernafasan, kematian biasanya disebabkan oleh paralisis pernafasan.
2.            Gastric lavage, emesis, karbon aktif setelah lavage atau emesis, katarsis.
3.            Diberikan antitoksin pada setiap kasus yang dicurigai botulismus.




B.           KERACUNAN JENGKOL


Nama latin jengkol adalah Pithecolobium lobatum. Didalam jengkol terdapat asam jengkol yang dianggap sebagai penyebab keracunan.

Gejala
1.            Gejala dimulai dengan sakit perut disertai dengan muntah, sakit pinggang, nyeri waktu kencing.
2.            Sesudah air kemih keluar, benda-benda putih dan tetsan darah menyusul. Oliguria dengan cepat dapat berubah menjadi anuria. Terjadi gagal ginjal akut.
3.            Mulut, nafas dan urine berbau jengkol uyang khas.
4.            Kesadaran umumnya tidak menurun. Kadang terdapat retentio urinae. Ginjal mungkin teraba.
5.            Pemeriksaan laboratorium memerlukan urin segar sebab kristal cepat menghilang dalam urin yang menjadi alkalis.
Dibawah mikroskop ditemukan kristal yang berbentuk runcing yang kadang-kadang bergumpal mejadi ikatan-ikatan atau rozette.

Pengobatan
1.            Jika penyakitnya ringan, dinasehati minum banyak, diberikan natrium bikarbonat peroral 4 x  4 tablet atau minum air soda.
2.            Pada keracunan berat, penderita perlu dirawat di rumah sakit.
Diberikan infus Bikarbonas natrikus 11/2% 500 cc akan memberikan perbaikan dan dapat diteruskan sampai diuresis baik kembali.
3.            Dikerjakan sitoskopi dan kateterisasi ureter kateter setinggi mungkin untuk mengeluarkan kristal-kristal yang menyumbat, dilanjutkan dengan pengguyuran ureter dengan larutan Na. bikarbonat untuk melarutkan kristal-kristal.



C.          KERACUNAN SINGKONG

Akar maupun daun singkong mengandung asam hydrocyanate (HCN). Kadar HCN berlainan pada tiap jenis singkong. Singkong dengan kadar HCN tinggi rasanya pahit. Pada keracunan HCN terjadi proses sebagai berikut : HCN dalam tubuh mengikat cytochrome oxydase hingga terbentuk cytochrome oxydase – HCN complex, dengan akibat bahwa semua proses oksidasi di jaringan tubuh dihambat. Ikatan cytochrome oxydase-hcn complex ini bersifat reversibel.

Gejala

1.            Gejala timbul beberapa menit – jam setelah makan singkong.
2.            Timbul mual dan muntah, kadang-kadang diare. Penderita sesak dan sianosis, apatis, lambat laun koma, syok.
Prognosis tergantung dari : umur penderita, jangka waktu antara makan singkong dan pengobatan, jumlah HCN yang termakan.


Pengobatan
1.            Diusahakan agar penderita muntah dan dilakukan kumbah lambung. Setelah itu dicahar dengan sulfas magnesicus 30 g atau 2 sendok makan.
2.            Berikan suntikan Natrium thiosulfat 10 cc larutan 10% intravena. HCN akan dirubah menjadi thiocyanat yang kurang beracun.
Dengan demikian pembentukan cytochrome oxydase-HCN complex dicegah.




D.     KERACUNAN JAMUR

Dua jenis jamur yang sering menyebabkan keracunan : Amanita phalloides dan Amanita muscaria.

1.            AMANITA PHALLOIDES


Makan jamur sedikit saja dilaporkan dapat menyebabkan kematian. Jamur ini mengandung toksin : sitotoksin yang setelah dimakan segera terikat di jaringan.
Terjadi kerusakan sel di hati, ginjal, otak.

Gejala
1.            Gejala timbul setelah 6 – 24 jam makan jamur.
2.            Terjadi muntah, diare yang mengandung darah, nyeri perut, dan gangguan sirkulasi.
3.            Sakit kepala, gangguan kesadaran, koma sering dijumpai.
4.            Pada hari pertama – kedua setelah makan jamur dijumpai hepatomegali yang nyeri, ikterus, hipoglikemia dan oliguria atau anuria.
Penderita mati pada hari ke 4 karena nekrosis hati akut.

Pengobatan
1.            Terapi suportif-simtomatik.
2.            Steroid dosis tinggi.
3.            Hemodialisis atau dialisis peritoneal dapat dikerjakan mengingat ukuran toksin kecil. Hemodialisis berguna pada fase dini.
4.            Karbon aktif dan katarsis.
Lebih dari separoh penderita keracunan meninggal.

 

2.            AMANITA MUSCARIA


Jamur ini mengandung muscarin. Gejala khas keracunan adalah rangsangan otak dan saraf parasimpatis.

Gejala
1.            Gejala timbul beberapa menit – 2 jam setelah makan jamur.
2.            Terjadi perspirasi, salivasi, lakrimasi, bradikardi, hipotensi, mual, diare, wheezing.
3.            Pada keracunan berat : tremor, eksitasi, delirium.
Pengobatan
1.            Meliputi pemberian atropin dosis 0,5 – 1 mg i.m. atau i.v. dosis dapat diulang setiap 30 menit.
2.            Emesis, karbon aktif dan katartik.





2. KERACUNAN AKUT BAHAN KIMIA


A.           PENCEGAHAN ABSORBSI YANG LEBIH BANYAK


1.            Kuras lambung
Dengan memakai slang yang terbesar (bila ada sebaiknya memakai pompa lambung) dengan hati-hati agar jangan sampai masuk trachea, dilakukan aspirasi cairan lambung dan dikuras dengan saline isotonik atau air hangat. Bila ada, dapat diberikan antidotum yang sesuai. Cairan untuk menguras ini (lavage) tidak boleh diberikan terlalu banyak (300 – 400 ml cairan untuk satu kali lavage) guna mencegah distensi lambung dan masuknya racun ke duodenum. Teruskan lavage sampai cairan yang keluar menjadi jernih. Lavage dapat juga dilakukan dengan cairan yang telah ditambah dengan arang aktif (activated charcoal) sebanyak 50 gram dalam 500 ml air sesudah hasil pengurasan dengan air jernih diperoleh sebagai sampel, untuk pemeriksaan toxikologis).
Pada akhir lavage, 30 gram arang aktif diberikan lewat slang bersama obat laxantia seperti natrium-sulfat (30 gram).

Kontraindikasi kuras lambung meliputi :
a.             Minum zat racun yang korosif (asam dan alkali) lebih dari 30 menit sebelumnya (karena area yang terkena slang nasogastrik dapat mengalami perforasi).
b.            Penelanan hidrokarbon cair (minyak tanah, bensin, dsb.) karena bahaya terjadinya pneumonia aspirasi.
c.             Penerita yang meronta-ronta, delirium, coma atau konvulsi. Pada penderita coma ataupun penderita yang telah minum bahan-bahan terbuat dari minyak bumi boleh dilakukan lavage bila telah dipasang slang endotracheal yang dapat menutup trachea karena ada balon pada ujungnya (cuffed endotracheal tube).

2.            Emesis
Emesis dalah cara yang efektif untuk mengosongkan lambung pada penderita yang sadar dan bisa diajak kerjasama. Muntah bisa dirangsang dengan memasukkan jari ke dalam tenggorokan (sebelumnya di antara gigi dipasang spatel lidah yang telah dibungkus dengan kain), atau dengan obat-obat emetika. Baik dengan emetika maupun rangsangan jari tangan, penderita diberi cairan lebih dulu (sebaiknya air hangat), karena lambung yang penuh akan lebih mudah dikosongkan.
Kontraindikasi sama dengan kontraindikasi pada kuras lambung.
Pada penderita yang stupor atau coma tak boleh diusahakan perangsangan emesis, sebab sentrum muntah sering kurang sensitif disamping bahaya aspirasi lebih besar.

B.           MENETRALISIR ATAU MENGHILANGKAN  RACUN YANG TELAH TERSERAP

Cara-cara yang ada meliputi pemberian katartika (30 gram natrium sulfat atau magnesium sulfat bila tak ada gangguan ginjal), menaikkan exkresi urin melalui diuresis, alkalinisasi melalui diuresis, alkalinisasi urin, dialisa (hemodialisa atau dialisa peritoneal), transfusi total (mengganti darah penderita).


C.           KERACUNAN SALISILAT AKUT

Gejala awal adalah vomitus, tinnitus, berkeringat, haus, hiperpnea, demam, lethargi, dan kebingungan. Pada keracunan berat mungkin terjadi gangguan keseimbangan asam basa, kegagalan respirasi, kejang-kejang dan coma. Gangguan keseimbangan asam-basa yang terjadi tergantung pada dosis salisilat, lama keracunan dan umur penderita. Hiperpnea yang merupakan gejala awal (disebabkan stimulasi SSP) menyebabkan alkalosis respiratori kemudian mungkin terjadi asidosis metabolik berat.
Komplikasi-komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain hiperglikemia dan glukosuria, hipoglikemia berat, gangguan perdarahan.
Lakukan tindakan terapi pada orang dewasa sebagai berikut :
1.            Ukur pH darah untuk menentukan asam-basa.
2.            Pemeriksaan kadar gula darah, elektrolit, BUN, masa prothrombin, dan kadar salisilat.
3.            Lakukan kuras lambung bila waktu sesudah pemasukan aspirin/salisilat belum melebihi 4 jam, dan lewat slang masukkan 30 gram arang aktif.
4.            Berikan 50 mg vitamin K-1 oxida i.v.
5.            Mulai berikan infus 5% Dextrose-air.


D.          KERACUNAN BAHAN HIPNOTIKA – SEDATIVA


Etiologi

1.            Golongan barbiturat : fenobarbital (Luminal), amobarbital (Amytal), pentobarbital (Nembutal), thiopental (Pentothal).
2.            Nonbarbiturat : meprobamate, methaqualon, gluthetimide (Doriden).
3.            Antiepilepsi : phenytoin (Dilantin), carbamazepin (Tegretol).
4.            Antihistamine : antazoline, diphenhydramin (Benadryl), dan lain-lain.
5.            Phenothiazine dan derivat-derivatnya : chlorpromazine (Largactil), chlordizepoxide (Librium), diazepam (Valium, Stesolid), lorazepam (Ativan), haloperidol (Haldol), dan lain-lain.
6.            Bromidum : Na Br, K Br, NH4 Br.
7.            Analgetika narkotika : morphine, codeine, heroin, meperidine (pethidine), opium (Papaver somniferum), loperamide (imodium), dan lain-lain.

Petogenesis
Obat-obatan golongan sedativa dan hipnotika ini menyebabkan depresi progresif dari susunan syaraf pusat (SSP), menurun dari korteks ke arah medula. Pusat respirasi akan ditekan, dan pergerakan napas akan mengurang, menimbulkan anoksia jaringan.

Gambaran Klinik

Keluhan pertama adalah rasa ngantuk, bingung, dan perasaan menurunnya keseimbangan. Kemudian dengan cepat diikuti dengan koma, dan pernapasan yang pelan dan dangkal. Selanjutnya otot-otot melemah atau flaccid, hipotensi, sianosis, hipotermi atau hipertermi, dan refleks-refleks menghilang. Lama koma sangat bervariasi, tergantung dosis dan jenis obat, dapat berlangsung antara 1 – 7 hari. Kematian penderita biasanya disebabkan komplikasi pneumoni aspirasi, edema paru atau hipotensi yang refrakter.

Pengobatan
1.            Resusitasi
Pertahankan jalan napas yang baik, bila perlu dengan oropharyngeal airway atau intubasi endotrakeal. Hisap lendir dalam saluran napas.
2.            Eliminasi
Eliminasi sangat tergantung pada tingkat kesadaran penderita, jenis obat dan dosis yang dipakai.
Pada penderita sadar : cukup dengan emesis, pemberian norit dan laksans MgSO4. kalau pasti dosis rendah, dapat langsung dipulangkan. Bila ragu-ragu dapat diobservasi selama beberapa jam.

Koma derajat ringan – sedang : kumbah lambung dengan pipa naso-gastrik tanpa endotrakeal, kemudian diikuti dengan diuresis paksa selama 12 jam bila ada keragu-raguan tentang penyebab keracunan.
Caranya : mula-mula diberikan 1 ampul Kalsium glukonas intravena, selanjutnya diberikan Dextrose 5 – 10% + 10 ml KCl 15% (= 1,50 mg KCl) untuk setiap 500 ml Dextrose, dengan kecepatan 3 liter dalam waktu12 jam, setiap 6 jam diberi 40 mg furosemide intravena.
Bila perlu diuresis paksa ini dapat diulang setiap 12 jam sampai penderita sadar. Untuk keracunan salisilat, fenobarbital dan asam jengkol, dapat ditambahkan 10 mEq Na-bikarbonas untuk setiap 500 ml Dextrose (diuresis paksa alkali).


E.           KERACUNAN BAHAN KOROSIF


Ada 2 bentuk :
a)      asam kuat
b)      basa atau alkali kuat.
Asam kuat banyak dipakai sebagai bahan pemutih pakaian (bleaches), atau bahan pembersih logam (metal cleaners), juga untuk bahan kebutuhan rumah tangga lainnya. Sedang basa kuat sering dipakai untuk pembuatan sabun dan bahan pembersih lantai atau kloset (cleanser). Kepala baterai (button batteries) juga mengandung bahan alkali kuat.

Etiologi
1.            Asam kuat : asam oksalat, asam asetat glasial, asam sulfat (H2SO4) atau air aki. HCl (air keras), asam format, asam laktat, dan lain-lain.
2.            Basa kuat : KOH, NaOH (soda kaustik atau lye), amonium hidroksida (NH4OH), CaOH, K atau Na karbonat, Na fosfat, dan lain-lain.

Gambaran Klinik

Segera setelah terjadi kontak, timbul rasa nyeri yang hebat seperti terbakar di sekitar mulut, farings dan abdomen. Kemudian diikuti dengan muntah-muntah, diare dan kolaps. Bahan muntahan sering disertai darah segar.
Pada pemeriksaan fisik di sekitar mulut dapat ditemukan luka-luka etsa (luka bakar) yang berwarna coklat kekuningan. Dapat timbul gejala-gejala asfiksia akibat edema glottis. Adanya demam yang tinggi dapat disebabkan oleh timbulnya mediastinitis atau peritonitis, akibat perforasi esofagus atau lambung.

Pengobatan
1.            KL, emesis dan katarsis merupakan kontraindikasi.
2.            Segera penderita disuruh minum air atau air susu sebanyak mungkin, untuk pengenceran bahan (perbandingan 1 : 10 – 100 x). Pengenceran terus dilakukan walupun penderita muntah-muntah.
3.            Infus Dextrose 5%, kalau perlu cairan koloid (Haemacel) atau transfusi darah.
4.            Kortikosteroid intravena selama 4 – 7 hari pertama, kemudian dosis diturunkan sampai    10 – 20 hari.
5.            Antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder.
6.            Pemberian diit atau obat-obatan oral ditunda sampai dapat dilakukan pemeriksaan laringoskopi indirekta atau esofagoskopi. Kalau perlu penderita dirujuk.
7.            Pengobatan selanjutnya tergantung hasil pemeriksaan di atas.
Bila lesi ringan : diit oral dapat segera dimulai dengan makanan cair, dan pemberian steroid-antibiotika dapat dipercepat penghentiannya (dalam 5 – 7 hari).
Bila lesi cukup luas : perlu pemasangan sonde lambung lewat tuntunan esofagoskop, atau penderita dipuasakan dan diberi nutrisi parenteral total, atau konsultasi dengan bagian bedah untuk pemasangan sonde lewat gastrostomi.


1.            Keracunan asam
Kuras lambung dengan gel aluminium hidroxida air sabun, atau susu magnesium (10 ml/250 ml air), yang banyak diikuti dengan minyak zaitun atau minyak buah lainnya. Harus dilakukan pengamatan yang teliti dan harus terus-menerus waspada atas kemungkinan terjadinya edema glotitis atau larynx.
Alkali tidak boleh diberikan pada kasus keracunan asam-oxalat (bahan pemutih pakaian atau untuk melunturkan warna). Berikan 10 ml larutan calcium gluconat 10% sesering mungkin menurut kebutuhan untuk mengatasi hipocalcemia yang terjadi karena keracunan asam-oxalat.

2.            Keracunan alkali
Lakukan pengurasan lambung dengan larutan cuka biasa yang diencerkan 5 ml/250 ml air. Perlu disiapkan set tracheostomi untuk menjaga kemungkinan terjadinya edema larynx berat.

3.            Keracunan barbiturat
    1. Tinjauan umum
Efek penekanan SSP oleh macam-macam barbiturat hampir sama hanya bervariasi dalam lamanya pengaruh dan mulainya bekerja.
Dosis barbiturat aksi pendek yang dapat lethal adalah 3 gram (kadar dalam darah 2 mg/100 ml), sedangkan untuk obat aksi lama baru dapat lethal dengan 6-9 gram (kadar dalam darah 11-12 mg/100 ml).
    1. Kuras lambung
    2. Tindakan suportif
Jalan napas yang cukup, biasanya dengan menggunakan cuffed endothracheal tube, dan ini harus dipertahankan untuk membersihkan sekret jalan napas maupun untuk mempermudah pemberian pernapasan buatan bila mendadak diperlukan.
Hipotensi supaya diatasi dengan pemberian cairan infus saline dengan cepat dan dimonitor dengan mengukur CVP. Jarang dibutuhkan obat vasopresor.
    1. Diuresis yang dipercepat (paksaan)
Cara ini menaikkan exkresi semua barbiturat, juga alkalinisasi urin akan lebih mempercepat exkresi phenobarbital.
Diuresis paksaan ini perlu dipertahankan pada aliran urin 8-10 ml/menit. Pemberian infus cairan berikut ini secara berurutan dengan kecepatan 500 ml/jam, sering memberikan hasil yang memuaskan : 500 ml 5% dextrose-air dengan 44 mEq NaHCO3, 500 ml 5% dextrose-air dengan 30 mEq KCl, 500 ml N saline.

4.            Keracunan CO
Pindahkan penderita dari tempat dimana udaranya terkontaminasi dengan CO, kemudian berikan oxigen 100% lewat masker khusus. Penderita harus beristirahat sampai kapasitas darah untuk mengangkut oxigen (oxogen-carrying capacity) normal lagi.
Jika penderita dalam keadaan hipertermia suhu tubuh supaya diturunkan.


F.           KERACUNAN PESTISIDA


Beberapa contoh pestisida yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia adalah :
1.            Insektisida
a.       Insektisida penghambat kholin-esterase (insektisida organofosfat – insektisida fosfat organik = IFO).
b.      Insektisida hidrokarbon khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon).
c.       Insektisida pirethrin/pirethroid.
d.      DEET (N, N-Diethyl toluamide)
2.            Rodentisida
Rodentisida Klerat (racun tikus)
3.            Herbisida
Herbisida Paraquat

1.a.   INSEKTISIDA PENGHAMBAT KHOLINESTERASE


Bahan ini dapat menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh.

Macam-Macamnya

Insektisida untuk pertanian : Malathion (Tolly), Parathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon, Phosdrin, Raid, Systox, TEPP (tetraethyl pyrophosphate). DDVP (dimethyl-2-2 dichlorvinyl phospate = dochlorvos) dll.

Beberapa insektisida  yang dijual bebas  : Mafu (DDVP = dichlorvos), Baygon (DDVP + propoxur), Raid (DDVP + propoxur), Startox (DDVP + allethrin), Shelltox (DDVP + pyrethroid), Hit (propoxur + allethrin), Swallow (Bioalethrin + DDVP).

Insektisida penghambat kholinesterase (IPK) mengikat dan melakukan fosforilasi ensim carboxylic esterase (termasuk kholinesterase/KhE darah dan plasma).
Proses ini menyebabkan enzim kholinesterase tidak mampu merusak atau meng-inaktifkan neurotransmiter acetyl-choline (Akh).
Bila konsentrasi racun lebih tinggi, maka ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi, sehingga akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik, dan SSP (yaitu menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).

Secara farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
1.            Muskarinik, terutama pada saluran makanan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkhus dan jantung, untuk memudahkan kita efek muskarinik ini dapat disingkat sebagai DUMBELS (defecation, urination, miosis, bradycardia/brochospasme, emesis, lacrimation, salivation).
2.            Nikotinik, terutama pada otot-otot skelet, bola mata, lidah, kelopak mata, dan otot pernapasan, rangsangan reseptor nikotinik ini menyebabkan pelepasan epinefrin dan nor-epinefrin, menimbulkan efek yang dapat diringkas sebagai MATCH (muscle weakness, adrenal medulla activity, tachycardia, cramping, hypertension).
3.            SSP, menimbulkan rasa nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (konvulsi) sampai koma.


Pengobatan
1.            Infus dextrosa 5% dengan kecepatan 15-20 tt/menit, napas buatan + O2, hisap lendir dalam saluran napas.
2.            Eliminasi
         Emesis, katarsis, KL, kramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
3.            Terapi Penunjang
         Bila penderita kejang : diberikan injeksi diazepam 10 mg i.v, atau phenytoin (bolus 18 mg/kgBB, dengan kecepatan < 50 mg/menit).
         Bila timbul aritmia ventrikuler : diberikan injeksi lidocaine, procainamide, atau defibrilator.
4.            Antidotum
         Atropin sulfat (SA), merupakan antagonis kompetitif dari Akh, yang bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat-tempat penumpukannya.
         Satu ampul Sulfas atropin injeksi berisi 0.25 mg.

Cara pemberiannya :
a.             Mula-mula diberikan bolus intravena 1 – 2,5 mg.
b.            Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi yaitu muka merah, mulut kering, takhikardia, pupil midriasis, febris, psikosis : penderita sangat gelisah, muka kemerahan.
c.             Kemudian interval pemberian SA diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya diberikan setiap 2 – 4 – 6 dan 12 jam.
d.            Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound effect” berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut, yang sering fatal.




1.c.  INSKETISIDA PYRETHRIN DAN PYRETHROID


Pendahuluan
Pyrethrum adalah senyawa alamiah, yang merupakan ekstrak aktif dari bunga Chrysanthemum cinerariefolium.

Macam-Macamnya

Pyrethrin : Fresh magic, Mortein, Vape, Sheltox (kombinasi dengan DDVP). Beberapa contoh pyrethroid : allethrin, barthrin, bioresmethrin, fenvalerate, fenpropanate, dll.

Patogenesis
Pada serangga, pyrethrin dan pyrethroid dengan cepat dapat menimbulkan kematian akibat paralisis sistem syaraf.

Diagnosis

Gejala klinik :
1.            Kulit : eritema, vesikulasi, dan parestesi ringan.
2.            Saluran napas : pada kontak per inhalasi, dapat timbul gejala-gejala “wheezing” pada penderita asma.
3.            Saluran cerna : nausea, muntah, diare dan kejang perut, dapat terjadi pada kontak oral maupun inhalasi.
4.            SSP : kontak oral dalam dosis masif, dapat menimbukan gejala-gejala pada SSP berupa kejang-kejang, koma, dan gagal napas.
5.            Reaksi anafilaktik, dapat timbul pada penderita yang sangat peka.

Pengobatan

Resusitasi Penunjang

Segera atasi bronkhospasme dan reaksi anafilaktik, bila gejala ini timbul.

Eliminasi
Pada kontak inhalasi, segera pindahkan penderita ke tempat yang aman, kalau perlu beri oksigen. Sebagian besar penderita dengan kontak oral, tidak memerlukan tindakan emesis atau KL, kecuali dalam dosis masif (> 100 mg/kg). Hati-hati terhadap kemungkinan aspirasi paru, bila bahan pelarutnya mengandung hidrokarbon (minyak tanah dsb.). berikan karbon aktif dan katartik secara oral atau lewat pipa naso-gastrik. Diuresis paksa, tidak berguna karena bahan dimetabolisir dengan cepat dalam tubuh.

Antidotum

Tidak ada antidotum spesifik untuk pyrethrin.



1.d. INSEKTISIDA DEET (N, N-Diethyl toluamide)

Macam-Macamnya

Autan, Off, Sari Puspa, Vaselin repellent

Diagnosis
Gejala keracunan berupa iritasi saluran makan dan iritasi kulit. Gejala dimulai dengan perasaan takut, gelisah, dan penurunan kesadaran. Gerakan tak terkontrol mulai dari kepala, tubuh dan anggota gerak, termasuk opistotonik. Ataksia, koma, konvulsi, gagal napas, syok, dan kematian, dapat terjadi akibat pemakaian di permukaan kulit serta tertelan dalam jumlah banyak. Penggunaan hati-hati terutama pada anak, wanita hamil dan pada penyakit kulit.

Pengobatan

Resusitasi
Nafas buatan + O2 dan infus bila hipotensi

Eliminasi
KL dengan 2 – 4 liter air, emesis dan katarsis. Mandi dan kramas, bila keracunan diduga lewat kulit.

Terapi Penunjang

Antikonvulsan (valium, luminal, bila perlu dengan sodium pentotal).


 

G.          RODENTISIDA KLERAT (racun tikus)


Klerat mengandung bahan aktif brodifacoum, suatu antikoagulansia penghambat sintesis vitamin K. Penyerapan hanya melalui saluran makan.

Macam-Macamnya

Klerat dipasarkan dalam 2 bentuk :
1.            Klerat RM : berbentuk beras berwarna hijau kebiru-biruan, mengandung brodifacoum, siap pakai.
2.            Klerat RMB : berbentuk “wax block” mengandung brodifacoum di dalam butiran berasnya.

Patogenesis
Klerat termasuk derivat coumarin, seperti halnya warfarin dapat menghambat sintesis protrombin, sehingga mengganggu proses pembekuan darah. Akibatnya timbul kecenderungan berdarah.

Diagnosis
1.            Gambaran klinik
Ringan    :  rasa tak sehat, mual, mudah memar (petekhia, purpura, ekhimosa), epistaksis, hematuria, melena, perdarahan luka yang sulit berhenti.
Berat      :  perdarahan masif, renjatan (syok).

2.            Laboratorium
Faal hemostasis :   Waktu perdarahan (bleeding time) meningkat
                              Waktu pembekuan (clotting time) normal.
                              Waktu protrombin plasma (PPT) meningkat.

Pengobatan

Resusitasi
Perdarahan hebat ® infus dan transfusi darah segera bawa ke RS.

Eliminasi
Emesis, kataris, KL.

Antidotum
Perdarahan (-)/tak jelas : tab. Vit K 2-4 x 10 mg selama 2 bulan.

Perdarahan ringan : suntik vit. K-1 (im) 20 mg/8-10 jam, dengan kontrol PPT sebelumnya, sampai PPT menurun mendekati normal, selanjutnya tab. vit. K 4 x 10 mg.

Perdarahan berat : suntik vit. K-1(iv) 20 mg/3 jam sampai PPT mendekati normal, dilanjutkan tab vit. K 4 x 10 mg. Transfusi plasma segar beku (”fresh frozen plasma”) atau transfusi “whole blood” bila perlu.



3. PENYALAHGUNAAN NARKOBA

A.          KERACUNAN NARKOTIKA AKUT

Simtomatologi Zat Adiktif

Terdapat  dua kelompok besar yang sering dijumpai di lapangan yaitu :

1.            Kelompok sindrom simpatomimetik
Obat-obat dengan gejala tersebut adalah :

·         Amfetamin
·         MDMA (3,4-methylenedioxymethamphetamine) dan derivatnya
·         Kokain
·         Dekongestan
·         Intoksikasi teofilin
·         Intoksikasi kafein


Gejala yang sering ditemukan :

Ä  Dilusi
Ä  Paranoid
Ä  Takikardia
Ä  Hipertensi
Ä  Hiperpireksia
Ä  Keringat banyak
Ä  Midriasis
Ä  Hiperrefleksi
Ä  Kejang (pada kasus berat)
Ä  Hipotensi (pada kasus berat)
Ä  Aritmia (pada kasus berat)


2.            Golongan opiat (morfin, petidin, heroin, kodein) dan sedatif
Pada kelompok ini dimasukkan beberapa obat yaitu :

·         Narkotika
·         Barbiturat
·         Benzodiazepin
·         Meprobamat
·         Etanol.


Tanda dan gejala yang sering ditemukan :

Ä  Koma
Ä  Depresi napas
Ä  Miosis
Ä  Hipotensi
Ä  Bradikardia
Ä  Hipotermia
Ä  Edema paru
Ä  Bising usus menurun
Ä  Hiporefleksi
Ä  Kejang (pada kasus berat).


Prinsip Penatalaksanaan Kasus Keracunan

Mengingat kecepatan diagnosis sangat bervariasi dan di sisi lain bahaya keracunan dapat mengancam nyawa, maka upaya penatalaksanaan kasus keracunan ditujukan kepada hal seperti berikut :

1.            Penatalaksanaan kegawatan
2.            Penilaian klinis
3.            Dekontaminasi racun
4.            Pemberian antidot
5.            Terapi suportif
6.            Observasi dan konsultasi
7.            Rehabilitasi



1.            O P I A T


Umumnya kelompok opiat digunakan untuk mengatasi nyeri melalui mekanisme efek depresi pada otak (depressant effect on the brain). Morfin yang merupakan bagian dari kelompok ini sering digunakan (untuk medis) pada chest pain, edema paru, dan untuk mengatasi rasa sakit yang hebat pada keganasan. Akan tetapi dalam perkembangannya sering disalahgunakan. Untuk mengetahui lebih jauh beberapa obat yang termasuk golongan narkotika yang sering dijumpai di lapangan dicantumkan pada tabel 1.
Pengaruh obat terhadap susunan saraf pusat (SSP) sangat bervariasi dari berbagai obat tersebut di atas. Sedangkan penemuan secara patologik pada kematian yang disebabkan overdosis gambarannya tidak khas.

Tabel 1.
Jenis Obat Opium, Dosis Fatal, dan dosis Pengobatan
Jenis Obat
Dosis Fatal (gram)
Dosis Pengobatan (mg)
Kodein
0,8
60
Dekstrometorfan
0,5
60 – 120/day
Heroin
0,2
4
Loperamid (Imodium)
0,5

Meperidin (petidin)
1
100
Morfin
0,2
10
Nalokson (Narcan) *


Opium (Papaver somniferum)
0,3

Pentazokain (Talwin)
0,3

*) Antagonis narkotik. Dosis s.d. 5 mg tidak menyebabkan kematian



Mekanisme Toksisitas
Pada umumnya kelompok opiat mempunyai kemampuan untuk menstimulasi SSP melalui aktivasi reseptornya yang akan menyebabkan efek sedasi dan depresi napas. Kematian umumnya terjadi karena apneu atau aspirasi cairan lambung ke dalam paru, sedangkan reaksi edema paru yang akut (nonkardiak) mekanismenya masih belum jelas.

Tabel 2.
Perkiraan Waktu Deteksi Dalam Urin Beberapa Jenis Obat

Jenis Obat
Lamanya Waktu Dapat Dideteksi
Amfetamin
2 hari
Barbiturat
1 hari (short acting)
3 minggu (long acting)
Benzodiazepin
3 hari
Kokain
2 – 4 hari
Kodein
2 hari
Heroin
1 – 2 hari
Metadon
3 hari
Morfin
2 – 5 hari


Diagnosis
Bila ditemukan gejala klinik yang khas (pin point, depresi napas, dan membaik setelah pemberian nalokson) maka penegakan secara klinis dapat dengan mudah.


Penatalaksanaan Intoksikasi Opiat

Sebelum melangkah pada pengobatan maka para klinisi perlu mengetahui alur penatalaksanaan keracunan opiat seperti dibawah ini agar mendapat suatu gambaran yang jelas.


Pengobatan

1.            Nalokson (Narcan)
Nalokson adalah antidot dari intoksikasi opiat baik kasus dewasa maupun anak. Dosis dewasa 0,4 – 2,0 mg, dosis dapat diulang pada kasus berat dengan pemanduan perbaikan gejala klinis.
Dapat dipertimbangkan nalokson drip bila ada kecurigaan intoksikasi dengan obat long-acting narcotics. Efek nalokson sekitar 2 – 3 jam.
Bila dalam observasi tidak ada respons setelah pemakaian total 10 mg (nalokson) diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang (lihat protokol penanganan overdosis opiat di IGD).
2.            Edema paru diobati sesuai dengan antidotnya yaitu pemberian nalokson disamping oksigen dan respirator bila diperlukan.
3.            Hipotensi diberikan cairan intravena yang adekuat, dapat dipertimbangkan pemberian dopamin dengan dosis 2-5 ug/kgBB/menit dan dapat dititrasi bila diperlukan.
4.            Penderita jangan dicoba untuk muntah (pada intoksikasi oral)
5.            Kumbah lambung. Dapat dilakukan segera setelah intoksikasi dengan opiat oral, awasi jalan napas dengan baik.
6.            Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240 ml cairan dengan 30 g charcoal. Dapat diberikan sampai 100 gram.
7.            Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5 – 10 mg dan dapat diulang bila diperlukan.
8.             Monitor tekanan darah dan depresi napas dan bila ada indikasi dapat dilakukan intubasi.

Gambar 1.
Alur Tata Laksana Intoksikasi Opium


 



























PROTOKOL PENANGANAN OVERDOSIS OPIAT DI IGD


I.             Gejala Klinis
Penurunan kesadaran disertai salah satu dari :
2.            Frekuensi pernapasan < 12 kali/menit
3.            Pupil miosis (seringkali pin-point).
4.            Adanya riwayat pemakaian morfin/heroin/terdapat needle track sign,
yaitu bekas tusukan jarum atau goresan pada lengan.

II.          Tindakan
A.          Penanganan Kegawatan
1.            Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0,4 mg naloxone intra vena (pelan-pelan atau diencerkan).
2.            Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1 – 2 mg naloxone intravena (pelan-pelan atau diencerkan).
3.            Bila tidak ada respons diberikan nalokson 1 – 2 mg intravena tiap 5 – 10 menit hingga timbul respons (perbaikan keadaran, hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. .
4.            Efek nalokson berkurang 20 – 40 menit dan penderita dapat jatuh ke dalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda-tanda penurunan kesadaran, pernapasan dan perubahan pada pupil serta tanda vital lainnya selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 cc D5% atau NaCl 0,9% diberikan dalam 4 – 6 jam.
5.            Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks.
6.            Pertimbangkan pemasangan endotracheal tube (ETT) bila :
a.             Pernapasan tidak adekuat setelah pemberian nalokson yang optimal.
b.            Oksigenasi kurang meski ventilasi cukup.
c.             Hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal.
7.            Penderita dipuasakan + 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik.

III.       Penderita dirawat dan dikonsultasikan ke Tim narkoba untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.

IV.       Dalam menjalankan semua tindakan  diperhatikan prinsip-prinsip kewaspadaan universal oleh karena tingginya angka prevalensi Hepatitis C dan HIV.

V.          Bila diperlukan, dapat dipasang pipa nasogastrik untuk mencegah aspirasi.



B.     ALKOHOL


1.      ETANOL/bahan dasar alkohol.


Efek utama keracunan etanol akut adalah depresi SSP. 
Dosis toksik : umumnya 0,7 g/kg etanol murni (sekitar 3-4 tegukan) yang akan menimbulkan kadar etanol dalam darah sekitar 100 mg/dL (0,1 g/dL) dan pada kadar ini  dianggap sudah mabuk secara hukum dalam tatanan masyarakat, serta  sudah cukup untuk menghambat glukoneogenessis hingga dapat menimbulkan hipoglikemi, namun belum cukup untuk menimbulkan koma.
Meskipun pada kadar diatas 300 mg/dL  sudah dapat menimbulkan koma pada peminum alkohol pada umumnya, namun pada penderita alkoholisme kronik masih dapat tetap bangun pada kadar 500-600 mg/dL.
Sekitar 25% etanol yang masuk ke dalam lambung akan diserap tanpa perubahan, sisanya diserap dalam usus halus.
Air menambah penyerapan alkohol, sedang makanan yang banyak lemak memperlambat penyerapan. Etanol dapat dideteksi dalam darah dalam waktu 5 menit setelah masuk ke dalam lambung, dan mencapai puncaknya dalam waktu 30-180 menit.
Sekitar 10% alkohol yang diserap diekskresi tanpa berubah dalam urine, keringat dan napas, dan sebagian besar dimetabolisir dala m hati sebagai :
Etanol              ® acetaldehyde (dengan bantuan enzim alcohol dehydrogenase)
Acetaldehyde  ® acetyl Co-A (dengan bantuan enzim aldehyde de hydrogenase)
Acetyl Co-A   ® H2O + CO2 (dengan bantuan TCA cycle)

 


DIAGNOSIS


a.      Gejala Klinik
1).     Keracunan Akut
Pada keracunan ringan sampai sedang : euforia, inkoordinasi ringan, ataksia, nistagmus, gangguan pada refleks dan kemampuan untuk mempertimbangkan sesuatu “judgement”. Penurunan kemampuan hambatan bersosialisasi, dan peningkatan sifat agresif. Dapat terjadi hipoglikemik.
Pada keracunan berat : koma, depresi pernapasan, dapat terjadi aspirasi paru. Pupil mengecil, dan suhu tubuh, tekanan darah, serta nadi biasanya menurun. Rhabdomyolysis dapat terjadi akibat imobilisasi yang lama.

2).     Keracunan Kronik
Gejala “acute alcoholic psychosis” (sindroma Korsakoff) dapat timbul yaitu ditandai adanya gangguan mental yang berat, disorientasi, “suggestibility” dan gangguan memory.

b.      Gejala ketagihan (“withdrawal”)
Biasanya terjadi pada pemakaian alkohol dosis tinggi jangka lama, dengan gejala-gejala tremor (“tremulousness”), rasa takut, overaktivitas syaraf simpatik, dan konvulsi.
Pada keadaan yang berat dapat terjadi “delerium tremens”, yaitu sindroma yang dapat mengancam jiwa penderita akibat hiperaktivitas yang sangat dari syaraf otonom, dengan gejala-gejala konvulsi, delir, yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi bila tidak diobati.


PENGOBATAN

a.      Resusitasi
b.            Eliminasi
Emesis dan KL, biasanya bukan indikasi, karena etanol sangat cepat diserap, kecuali waktu paparan < 30 menit, atau ada dugaan penderita memakai obat lain bersama-sama etanol.
Karbon aktif, meskipun kurang efektif untuk menyerap etanol, dapat dicoba diberikan, terutama bila ada dugaan keracunan dengan bahan lain.
c.             Terapi penunjang
Berikan infus Dextrose 5% dan thiamine 4x100 mg iv/im. Atasi konvulsi dan hipotermi bila ada. sebagian besar penderita biasanya akan kembali sadar dalam waktu 4-6 jam.
d.            Antidotum : tidak ada antidotum spesifik untuk keracunan etanol.





2.      METANOL/bahan dasar spiritus

Banyak dipakai dalam industri sebagai bahan pelarut, seperti pembersih kaca, pembersih cat, dan lain-lain.
Meskipun bahan ini utamanya hanya menimbulkan gangguan kesadaran (“inebriation”), namun bahan metaboliknya sendiri dapat menimbulkan asidosis metabolik, kebutaan, dan kematian setelah periode laten selama 6-30 jam.
Metanol merupakan salah satu komponen dalam gasoline, gasohol, antifreeze, cairan pembersih kaca mobil, cairan untuk fotokopi, parfum, wood alcohol, minyak cat, pembersih lantai, dan macam-macam bahan industri lain.

PATOGENESIS

Metanol dimetabolisir secara perlahan-lahan oleh alcohol dehidrogenase menjadi formaldehid, dan selanjutnya oleh aldehid dehidrogenase diubah menjadi asam format. Asam format ini terakhir kemudian diubah menjadi CO2 dan H2O.
Asidosis sistemik yang timbul disebabkan oleh pembentukan asam format dan asam laktat. Sementara kerusakan mata disebabkan terutama oleh asam format dan formaldehid.
Baik etanol maupun metanol, keduanya bersaing memperebutkan ensim alkohol dehidrogenase, untuk memetabolisir keduanya, sehingga efek ini dipakai sebagai dasar pengobatan keracunan metanol.
Pemberian etanol dapat mengurangi efek toksik dari metanol dengan cara menghambat metabolisme metanol menjadi formaldehid dan asam format. Dengan cara ini, ginjal mendapat kesempatan untuk mengekskresi metanol dalam bentuk aslinya.
Keracunan dapat melewati saluran makanan, inhalasi, maupun lewat kulit.
Dosis toksik metanol sekitar 30-240 ml (20-150 gram).
Dosis toksik minimum sekitar 100 mg/kg.

DIAGNOSIS

Gejala klinik

Gejala utama keracunan metanol adalah gangguan visus dan asidosis metabolik.
Keracunan ringan : rasa lelah, nyeri kepala, nausea, dan penglihatan kabur temporer, setelah periode laten.
Keracunan sedang : nyeri kepala hebat, “dizziness”, mual dan muntah, dan depresi SSP. Gangguan visus dapat menetap setelah 2-6 hari.
Keracunan berat : gejala diatas dengan cepat makin menghebat, dengan pernapasan cepat akibat asidosis, sianosis, koma, hipotensi, midriasis dan hiperemi.
Asam format yang tinggi dalam serum, merupakan diagnosis yang pasti.


PENGOBATAN

1.            Resusitasi
Pertahankan jalan napas yang baik, kalau perlu respirasi mekanik.
2.            Eliminasi
Emesis dan kumbah lambung secepat mungkin.
Hemodialisis, dapat mempercepat eliminasi metanol maupun asam format dari tubuh.
3.            Antidotum
1). Etanol
Pada intoksikasi berat, etanol absolut (50-60 ml) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5%, diberikan iv dalam waktu 30 menit. Selanjutnya diikuti 12 ml etanol absolut setiap jam.
Pada keracunan ringan, etanol dapat diberikan per oral. Dosis oral mulai dengan
1,5 mg/kg dalam larutan 5%, diikuti 0,5-1 mg/kg tiap 2 jam peroral selama 4 hari.

2). Asam folat, dapat mempercepat konversi format menjadi CO2 dan H2O.
Dosis : 50 mg iv, tiap 4 jam.

4.            Terapi penunjang
Asidosis metabolik diatasi dengan sodium bikarbonat. Koreksi asidosis dilakukan berdasar pemeriksaan analisis gas darah.





3.      Penyalahgunaan Ekstasi

Ekstasi (XTC = ectasy) termasuk turunan amfetamin, dan dimasukkan dalam kelompok obat halusinojenik (hallucinogenic).
Nama kimia bahan ini adalah MDMA (methylene-dioxy-meth-amphetamine).

Batasan Halusinojenik

Halusinojenik yang juga disebut sebagai “psychedelics” adalah obat yang mempunyai kemampuan untuk membuat ilusi visual, distorsi penerimaan sensori, “synesthesia” (dapat melihat suara dan membau warna), depersonalisasi, dan derealisasi.

Marijuana dan cocaine dimasukkan dalam kelompok narkotik, meskipun keduanya mempunyai efek halusinojenik.

Patofisiologi dan Efek Farmakologi XTC

Sebagian besar kelompok obat ini berbentuk pil atau bubuk, yang dapat dikonsumsi dengan cara dihirup melalui hidung, ditelan, maupun disuntikkan ke dalam tubuh. Obat ini bekerja pada neuron adrenergik, dopaminergik, serotogenik dalam SSP, dengan cara langsung sebagai “false transmitters”, atau tak langsung dengan melepaskan “neurotransmitter” endogen. Bahan ini juga mempunyai efek memperpanjang efek katekolamin, dengan cara menghambat MAO (monoamine oxidase) yang merupakan ensim perusak katekolamine. Selain itu juga mempunyai efek simpatetik, yang diduga akibat rangsangan langsung pada reseptor alfa dan beta adrenergik.

Efek obat mulai setelah 20 – 30 menit  pemberian per-oral, dan berakhir setelah 4 – 48 jam, tergantung pada jenis dan dosis obat.
Keluhan biasanya menghilang dalam waktu 24 jam.
Kelompok obat ini dimetabolisir dalam hati, dan hasil metabolismenya serta sisa obat diekskresi melalui urin.

Diagnosis
Keracunan amfetamin dan analognya, harus dipikirkan bila menghadapi penderita muda dengan gejala-gejala fokal neurologi, nyeri dada, iskemi jantung pada pemeriksaan EKG, fasikulasi otot atau kejang-kejang, hiperpireksi tanpa tanda-tanda infeksi, atau rhabdomyolysis dengan atau tanpa syok.

Anamnesis
Perlu ditanyakan nama obat, jumlah yang diminum, waktu minum obat, dan saat timbulnya keluhan.

Keluhan penderita biasanya mirip keracunan LSD : nyeri kepala, palpitasi, sesak, nyeri dan parestesi yang menunjukkan adanya iskhemia ekstrimitas atau organ. Selain itu banyak omong, euforia, empati, terlalu percaya diri, insomnia, kadang-kadang perubahan persepsi visual ringan, yang mirip dengan halusinasi.

Keracunan ringan : mudah tersinggung, mulut kering, palpitasi, hipertensi ringan, gelisah, tak bisa istirahat (restlessness), tremor, midriasis, dan “flushing”.
Keracunan sedang : rasa takut, agitasi, mual, muntah, nyeri perut, kejang otot, hiperrefleksi, diaforesis, takhikardi, hipertensi, hipertermi, panik dan halusinasi.

Keracunan berat : delir, kejang-kejang, gejala fokal SSP (menunjukkan adanya perdarahan intrakranial), koma, aritmia, kekakuan otot (muscle rigidity) “rhabdomyolysis”, hipertermi, koagulopati, DIC, ARDS, GGA, syok, meninggal mendadak.

Iskhemia anggota gerak : dapat timbul dengan tanda-tanda pucat, nadi menghilang, dan ekstremitas teraba dingin. Organ lain yang peka terhadap iskhemia adalah : otak, jantung dan ginjal. Infark dari organ-organ ini dapat terjadi setiap saat.


Pemeriksaan Fisik


Kesan umum : psikosis dengan halusinasi, paranoia, dan “compulsive behavior”, namun penderita biasanya tetap sadar terhadap sekitarnya, tanpa kehilangan memori.
Kardiovaskuler : takhikardia, takhipnea, hipertensi, demam.
SSP : gejala fokal (+), hiperaktivitas, kejang-kejang, fasikulasi, psikotik, koma.
Kulit : panas, mukosa kering, “flushing”, disforesis, bekas suntikan di lengan/kaki.
Pupil : midriasis, reaksi lambat.
Saluran makan : bising usus meningkat, perut tampak tegang tak spesifik “tenderness”.
Saluran uro-genital : retensi urin.

Pemeriksaan Lab. dan Penunjang Lain

Darah lengkap, elektrolit, gula darah, faal ginjal, CPK, analisis gas darah (AGD), urinalisis. Selain itu EKG dan foto dada.

Kelainan elektrolit : sangat bervariasi, mulai dengan hiperkalemi karena hiperpireksi, rhabdomyolysis, dan laktoasidosis, hipokalemi akibat rangsangan langsung reseptor beta, hipernatremi karena dehidrasi, CO2 meningkat akibat hipermetabolisme, dan CO2 menurun karena hiperventilasi dan laktoasidosis.
Hiperglikemi : karena rangsangan katekolamin.
Peningkatan CPK : karena rhabdomyolysis dan iskhemia jantung.


Pengobatan
a. Yang terpenting penderita ditenangkan dulu, karena penderita sering dalam keadaan panik dan gelisah.

b. Resusitasi : ABC, bila perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal, dan bantuan pernapasan.

c. Eliminasi
Untuk mengurangi jumlah penyerapan obat, tindakannya adalah dengan :
KL, dan katarsis plus norit (1 – 2 gram/kk/BB)
Diuresis paksa alkali dan hemodialisis, masih dipertentangkan kegunaannya.
Emesis : sebaiknya dihindari, karena dapat memacu timbulnya konvulsi.

d. Penunjang
Benzodiazepine : merupakan obat pilihan untuk mengatasi keadaan panik penderita. Diazepam dapat diberikan dalam dosis 0,05 – 0,10 mg/kg iv atau po, dapat diulangi setiap 5 – 30 menit bila perlu. Bila penderita sangat agitasi atau menunjukkan gejala-gejala psikosis, dapat diberikan haloperidol 5 – 10 mg iv/im atau 10 – 20 mg po, dapat diulang setiap 10 – 60 menit bila perlu.

e. Sedangkan penanganan gejala lainnya  : 
Bila kejang : diazepam atau phenithoin.
Hipotensi : infus cairan kristaloid, bila perlu dapat ditambah vasopresor.
Hipertensi berat : dapat diatasi dengan alfa + beta bloker (labetolol 20 mg iv), atau vasodilator (nifedipin dan nitroprusside).
Takhikardi supraventrikuler : yang diikuti gejala-gejala iskhemi jantung dapat diatasi dengan beta bloker.
Takhikardi ventrikuler : lidokain dan beta bloker.
Iskemi miokard : morfin, nitrat.
Iskemi ekstreimitas : heparin, nitroprusid.
Hipertermia : dengan pendinginan badan (spons basah, fans, selimut dingin, AC), dan obat-obat farmakologi untuk mengatasi hiperaktivitas otot (sedativa, obat pelumpuh).
Koagulopati : transfusi komponen darah.





4. KERACUNAN CYANIDA


Sumber :
1.      Bentuk garam     :     KCN, K-ferocyanida, pada peralatan alat fotografi
2.      Bentuk gas         :     pada fumigasi
3.      Alam bebas        :     singkong, biji apel, temulawak
Cara kerjanya, terhadap enzim pernafasan cytochrome oxidase.

Gejala dan tanda

Dosis tinggi : lidah pahit, rasa terbakar, rasa tercekik pada leher, pusing-pusing dan muntah, cyanosis pada bibir dan jari-jari.
Dosis tinggi per-oral : kesadaran cepat menurun, pernafasan melambat, nadi tak teratur, tubuh menjadi dingin, bisa terjadi konvulsi, reaksi pupil melambat dan kelemahan otot-otot. Tercium bau amandel dari bau pernafasan.
Pada keracunan kronis : sakit kepala, tak bisa tidur, pusing-pusing, enek-enek, konstipasi, nafas berbau.
Dosis lethal HCN per-oral : 60-90 mg, KCN/NaCN 150–250  mg.


Pengobatan
1.   Inhalasi amylnitrit 15-20 detik, setiap menit bergantian dengan oksigen, sambil menunggu Na-nitrit 3%, Epinephrin HCl (adrenalin) 1 : 1000 dipersiapkan untuk menjaga kemungkinan turunnya tekanan darah.
3.      Berikan inhalasi amylnitrit dan suntikan Na-nitrit 3% i.v perlahan, diikuti dengan Na-tiosulfat 25% 50 ml intravena dalam waktu 10-15 menit dan ulangi setiap 30 menit sampai total tak lebih dari 12 gram.
4.      Lavage lambung dengan K-permanganat 1 : 5000, setelah (1) dan (2) dikerjakan. Pemakaian activated charcoal pada keracunan cyanida tak berguna.
5.      Caffeine Na-benzoat 0,5 gram i.v, sulfas atropin, Pentylen tetrazol (Metrazol) dan strophantin dapat dicoba. Penggunaan methylen blue 1% berisi Na-sulfat 1,8% tak banyak digunakan lagi.
6.      Perawatan, observasi dan follow-up tanda vital sangat penting.





5. PETIR DAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI



Petir dan listrik tegangan tinggi menyebabkan aritmia jantung (umumnya fibrilasi ventrikuler) atau berhentinya pernapasan. Oleh karena itu tindakan pernapasan buatan dan resusitasi cardiopulmonal tetap terus menerus dilakukan sampai lama sekali pada penderita yang kelihatannya sudah mati oleh karena petir. Mengingat pengalaman dengan terjadinya suatu pemulihan yang total pada kasus-kasus yang tidak bisa diharapkan karena jantung penderita sudah tidak berfungsi dalam waktu yang sangat lama.
Tuli, bermacam-macam luka pada mata, luka bakar, patah tulang, dan kadang-kadang infark myokardium dapat merupakan komplikasi dari elektroshock.



6. TENGGELAM



Asphyxia yang menyebabkan hipoxemia dan asidosis agaknya merupakan penyebab utama kematian pada orang yang tenggelam.
Tetapi pada orang yang tenggelam di air tawar, terhisapnya cairan pada awal kejadian dapat menyebabkan laryngospasme, sehingga mengakibatkan terjadinya inhibisi jantung secara reflek (reflek penghambat cor), aritmia-aritmia dan kematian.
Walaupun pada kasus tenggelam dalam air tawar ini, hiponatremia biasanya tidak begitu berat atau berarti, tetapi hemolisis sering cukup berat sehingga menimbulkan hemoglobinuria dan kegagalan ginjal akut. Karena hemokonsentrasi, maka pada tahap awal, anemia sering tidak diperhatikan.
Hipernatremia sering tampak pada penderita yang tenggelam dalam air asin, akan tetapi kadar serum natrium jarang melebihi 180 mEq/liter.
Komplikasi yang paling sering pada orang yang hampir mati tenggelam adalah kegagalan respirasi dan kolaps sirkulasi. Keadaan ini sering terjadi dengan mendadak. Oleh karena itu penderita supaya observasi dengan teliti di rumah sakit, minimal 24 jam sesudah terjadinya kecelakaan tersebut.
Aspirasi air tawar maupun air asin dan zat-zat yang ada didalamnya, menyebabkan pneumonitis kimiawi akut dan ini selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan respirasi. Antibiotika harus segera diberikan bila cairan yang terhisap kotor. Bila airnya bersih, maka antibiotika diberikan hanya bila terjadi infeksi.
Corticosteroid (methylprednisolon 5 mg/kg/24 jam yang diberikan i.v dibagi dalam 6 dosis), dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kematian.
Dapat terjadi hipovolemia dan hipoproteinemia yang cukup berat, karena pada pneumonitis tipe ini sejumlah besar cairan kaya protein dieksudasi dari kapiler paru-paru dan masuk ke dalam alveoli, sehingga pada kebanyakan kasus perlu diberikan infus plasma.
Bila terdapat anemia yang berarti, dapat diberikan transfusi darah.
Tindakan-tindakan lain seperti pemberian obat-obat bronchodilator, digitalis, dan diuresis paksa (yang dipercepat) dapat dilakukan menurut keadaan penderita apabila ada indikasi untuk itu.

BEBERAPA GEJALA KERACUNAN DAN TINDAKAN PENGOBATANNYA

Nama agens dengan perkiraan dosis lethal oral pada orang dewasa

Gejala penting

Tindakan
(perhatikan selalu petunjuk umum)



Acid boricum
L.D. = + 15 gram
Muntah, diarrhoea, suhu badan menurun, rasa lemah, nyeri kepala, tidak tenang. Rash erythematous. Kerusakan ginjal dan shock.
Simtomatik.
Infus cairan dengan glukosa dan NaCl.



Acid. Carbolicum
(phenol dosis berbahaya + 1 gram
Corrosion selaput lendir mulut dan usus, sakit hebat, muntah, coma dan shock. Kerusakan ginjal.
Simtomatik
Beri susu
Lavage lambung dengan hati-hati, bila ada dengan olijf-olie. Infus NaCl.



Asam dan basa kuat
(HCl, H2SO4, KOH, NaOH)
Terutama corrosion.
Simtomatik
Beri susu
Bila ditelan dalam bentuk pekat, jangan dilakukan lavage.



Alkohol
(Ethyl)
Muntah, delirium dan depresi SSP.
Simtomatik
Beri kopi tubruk
Beri emetic dengan mustrad 1 sendok makan dalam air atau garam dapur.



Aminopyrin
(Antalgin, Novalgin)
Angioneurotic oedema dan kelainan kulit, Excitement, kadang-kadang agranulositosis.
Simtomatik
Gejala-gejala kulit dan angioneurotic oedema dapat diberi antihistaminikum + Epinephrine 0,3 ml S.C.



Aniline, acetanilid, phenacetin, acetaminophen.
Anilin L.D. : 6 – 20 gr.
Akut : methemoglobinemia dengan cyanosis. Darah berwarna coklat, kulit dingin, tekanan darah turun, nadi lemah, pernafasan cepat, dangkal. Delirium dan perangsangan SSP, coma.
Vit. C : 1 gram i.v.
Methylene blue 1%: 1 mg/kg i.v. perlahan-lahan.
Simtomatik dengan perhatian terhadap sirkulasi dan pernafasan.




Kronik : Nephritis chronica, anemia. Cyanosis tidak pernah dilaporkan.
Hentikan obat dan selanjutnya simtomatik.



Antihistamin
Depresi SSP sampai coma. Kejang-kejang, disusul dengan depresi pernafasan. Mulut kering, tachycardia.
Simtomatik, perhatikan respirasi. Bila perlu diberi anticovulsant, gunakan thiopental 2-5% i.v. (cukup sampai kejang berhenti = + 3-4 ml).
Luminal tidak boleh.



Arsen
L.D.:200-300 mg sebagai As. Trioxide
Toxic dose + 100 mg sebagai As. Trioxide
Akut : tenggorokan tercekik dan sukar menelan. Kolik usus, dinding perut nyeri, diarrhoea berdarah, muntah, oliguria, kejang-kejang, coma dan shock.
Morfin untuk nyeri.
Lavage lambung
Beri susu
B.A.L. in oil : 2,5 mg/kg i.m., setiap 4 jam, sampai 10 mg/kg.


Nama agens dengan perkiraan dosis lethal oral pada orang dewasa

Gejala penting

Tindakan
(perhatikan selalu petunjuk umum)




Kronik : lemak, enek, gejala-gejala menyerupai coryza, akut. Stomatitis salivasi. Dermatitis, arsenic melanosis. Oedema lokal pada kelopak mata dan pergelangan kaki (ankle).
Keratosis palmaris dan plantaris. Hepatomegali, cirrhosis, kerusakan ginjal dan encephalophathy.
B.A.L. in oil : 2,5 mg/kg i.m. diulangi sampai 4 kali. Bila gejala timbul kembali diulangi lagi.



Aspirin
(acid, acetylosalysilic)
L.D.:20-30 gram
Hiperventilasi, keringat, muntah, delirium, kejang dan coma. Depresi pernafasan pada akhirnya.
Simtomatik (awas respirasi)
Beri susu.
Lavage lambung dengan Na-bicarbonat 5%.
Vit. K bila ada perdarahan.
Anticonvulsant tidak boleh.



Atropin
(alkaloid Belladonna dan anticholinergic lain) 500 dan 1000 mg pernah tertolong.
Mulut kering, kulit merah dan panas. Penglihatan kabur dan midriasis. Tachycardia, retentio urinae, delirium, halusinasi, coma.
Simtomatik.
Beri susu.
Lavage lambung dengan air.
Kateter air seni
Perhatikan pernafasan dan sistim kardiovaskuler.



Barbiturat
Phenobarbital L.D.: + 5 gram. Pentobarbital L.D. dan secobarbital L.D. + 3 gram
Reflex berkurang, depresi pernafasan, coma, shock. Pupil kecil, dilatasi pada akhirnya.
Lavage, walaupun sudah lebih dari 4 jam. Tinggalkan larutan MgSO4 30 gram dalam usus.
Beri kopi tubruk.
Infus : glukosa, NaCl, Na-bicarbonat (hati-hati bila ada renal failure). Hemodialysis (paliing baik). Bila perlu untuk perbaikan pernafasan : amphetamin 4-10 mg i.m. atau bemegride 50 mg i.v.



Bensin
Inhalasi atau oral : enek, muntah, sakit kepala, penglihatan terganggu, mabuk, coma, depresi sentral, juga pernafasan.
Kronik : keracunan timbul (Pb).
Simtomatik.
Epinephrine dan Norepinephrine tidak boleh diberikan karena dapat timbul fibrilasi ventrikel.



Bromide
Carbomal
Bromisovalum
Broom drank
Akut : jarang karena dimuntahkan. Sub akut atau kronik : muntah, nyeri perut, gelisah, delirium dan kelainan mental dan neurologik lain, dapat mengjurus ketentamen suicide, coma
Bila mungkin beri oral : NaCl atau NH4Cl 6 gram sehari. HCT 2 x 25 mg atau salygran 1-2 ml i.m.



Camphora
2 gram oral = berbahaya
Kejang-kejang
Simtomatik, luminal 100-200 mg i.m.



Carbonmonoxide
Nyeri kepala, coma, depresi pernafasan dan shock
Pernafasan buatan dengan O2 murni dibawah tekanan. (oro-nasal mask).





Nama agens dengan perkiraan dosis lethal oral pada orang dewasa

Gejala penting

Tindakan
(perhatikan selalu petunjuk umum)



Carbon tetrachloride
L.D. + 2-10 ml
Enek, muntah, nyeri kepala, kulit dingin, kejang, coma, fibrilasi, ventrikel. Renal dan hepatic failure. Kematian karena depresi pernafasan.
Simtomatik.
Pernafasan buatan dengan O2.
Infus : glukosa.
Epinephrine dan Nor Epinephrine tidak boleh.



Codein (opiat lain)
Enek, muntah, pusing, kulit dingin, pupil kecil. Depresi pernafasan, coma.
Bila ada depresi pernafasan beri HCl 5 mg. Bila tidak ada depresi pernafasan, simtomatik saja. Beri caffeine : 200-500 mg i.m.



Cyanide (singkong)
Enek, muntah, pernafasan frekwen, delirium, cyanosis, coma.
Beri segera : 10 ml Na nitrit 3% i.v. setelah beberapa menit disusul dengan + 50 ml Na Thiosulfat 25%.



Jamur
Ada beberapa macam
2. Gejala-gejala muscarinik
3. Degenerasi sel hepar dan ginjal.
(1)      Beri atropin –SO4, 2 mg s.c.
(2)      Simtomatik.



Jengkol
Kolik ureter & renal, hematuria, oliguria, kadang-kadang anuria dengan bahaya uremia.
Bicarbonat 4x2 gram oral sehari. Bila ada anuria pengobatan tersebut diatas tidak berguna. Obatilah sebagai penderita uremia.



Drug reactions
Bermacam-macam reaksi kulit drug-fever, oedema angioneurotik, serum reaction, anaphylactic, reaction dan sebagainya.
Berikan : sdrenalin 0,3 ml s.c., harus diulang tiap-tiap 10-15 menit sampai ada perbaikan.
Antihistamin.
Dexamethasone 2x1 mg oral selama 4 hari.



Heroin
Seperti codein




Insectisida
Gol. Carbamat misalnya : “carbaryl”
Seperti Malathion, tetapi lebih ringan dan kurang berbahaya daripada fosfatester.
Beri cepat : Atropin SO4 2 mg s.c. diulangi tiap-tiap 15 menit sampai atropinisasi penuh.



Insecticida
Gol. Chlorinated Hydrocarbon misalnya : DDT, Endrin, aldrin, dieldrin, chlordane, thiedan, B.H.C., texaphene.
DDT L.D.: 15-30 gr
Endrin L.D.: 1,0 gr.
Tremor, kejang, coma, parese kemudian dapat timbul.
Simtomatik, lavage dan tinggalkan larutan MgSO4 30 gr.
Luminal : 100-200 mg i.m.



Insecticida
Gol. Fosfatester lain-lain :
- Malathion
- Parathion
- D.D.V.P.
- Diazinon
- Basudin
L.D.:
- Parathion 20 mg.
- Malathion 1000 mg
Gejala keracunan dapat terjadi dari oral, spray dan kontak dengan kulit. Muntah, diarrhoea, hypersalivasi, bronchokonstriksi, keringat banyak, pupil kecil, bradycardia (kadang-kadang tachycardia). Tensi menurun, kejang/paralysis. Depresi pernafasan.
Bersihkan jalan nafas.
Beri segera : atropin SO4 2 mg i.m., diulangi tiap-tiap 10-15 menit sampai terlihat muka merah, hypersalivasi berhenti dan bradycardia berubah menjadi tachycardia. Observasi penderita dan bila gejala-gejala kembali, diulangi pemberian atropin. Beri juga : pralidoxime : 1 gram i.v. perlahan-lahan.
Nama agens dengan perkiraan dosis lethal oral pada orang dewasa

Gejala penting

Tindakan
(perhatikan selalu petunjuk umum)



Jodium tincture
L.D.: 30-60 ml strong tincture (7%)
Bila concentrated bekerja corrosive, Hipotensi, tachycardia, delirium, stupor, nephritis.
Beri cepat : air tajin dan susu.
Lavage lambung dengan larutan Thiosulfas Na 10%.



Kalium permanganate
Kristal : bekerja corrosive
Larutan : tidak berbahaya, muntah, nadi lemah, kulit dingin, collapse, oedema glottis.
Beri putih telur dan susu.
Lavage dan catharsis
Persiapan untuk tracheotomy.



Marihuana (ganja)
L.D.: tinggi sekali
Menyerupai atropin dengan perbedaan : (lihat atropin)
- halusinasi nyata sebelum coma.
- mulut kering tidak begitu hebat.
- retentio urinae tidak ada.
- midriasis tidak jelas.
Simtomatik.
Tidak berbahaya, kesadaran pulih setelah ½ - 1 hari tanpa amnesia.



Methylalkohol
(dalam spiritus bakar 5-10% L.D.: + 30 ml methylalkohol.
Setelah periode latent 8-32 jam : depresi S.S.P., acidosis, retinitis, buta, nyeri kepala, nyeri perut, kulit dingin, mengacau, coma, Bradycardia menunjukkan prognosis nuruk.
Simtomatik dengan memperbaiki acidosis, pernafasan diawasi.
Beri : ethyl alkohol untuk menghambat oxidasi methanol.
Beri : asam nikotin i.v. untuk dilatasi Aa. retinae sesudah coma diatasi.



Minyak tanah
L.D.: 120-150 cc, Aspirasi bisa menimbulkan kematian dengan 2 sendok teh.
Aspirasi dalam paru paling berbahaya. Iritasi tr. Gastrointestinalis. Depresi S.S.P. dengan penghambatan respirasi. Muntah, aspirasi dengan akibat dyspnoea, asphyxia, oedema paru dan pneumonitis, coma, kadang-kadang kejang.
Lavage tidak boleh.
Simtomatik.
Beri O2 under pressure bila ada oedema paru.
Beri 200-500 mg caffeine i.m. bila ada depresi pernafasan.



Morfin
L.D. : 120-150 mg
60 mg = berbahaya
Seperti codein




Natrium Fluoride
(sebagai pesticide)
L.D.: 2-5 gram
Kolik usus, muntah, diarrhoea. Kejang tetaniform (Chvostek sign +). Paralysis pernafasan.
Beri : glukosa 5% i.v.f.d. dan 10 ml CaCl2 10% i.v. (ulangi).
Simtomatik beri al-hydroxyde gel oral.



Na Hypochlorite
- pemutih pakaian
- bukan detergent
L.D.: + 30 ml larutan 15%

Bila pekat lebih berbahaya, dan menimbulkan corrosin pada selaput lendir. Perforasi lembung, perdarahan dan shock, strictura (kemudian).
Simtomatik, beri susu, putih telur atau MgO.
Jangan diberi Na bicarbonat. Lavage hati-hati.



Na. Nitrit
L.D. : + 1 gram
Hipotensi, cyanosis, karena methemoglobinaemia, kejang-kejang, coma.
Lavage lambung
Beri : Vit. C, 500 mg i.v.
Methylene blue 1%, 1 mg/kg BB  i.v.





Nama agens dengan perkiraan dosis lethal oral pada orang dewasa

Gejala penting

Tindakan
(perhatikan selalu petunjuk umum)



Nikotin
L.D. : 60 mg (= + 3 batang sigaret dilarutkan dalam air)
Nyeri kepala, pusing, tremor, kejang, paralysis pernafasan, coma.
Tidak ada antidotum
Lavage lambung dan catharsis dengan MgSO435 gram.
Pernafasan buatan



Nitrogen dioxide
(NO2)
(NO)
Sebagai gas menimbulkan iritasi mata dan tr. respiratorius. Oedema pulmonum, dyspnoe, bronchiolitis-obliterans, coma.
Bersihkan jalan pernafasan.
Beri O2 dengan tekanan.
Prednisone dosis besar.



Penicillin shock atau anaphylactic shock akibat lain.
Tensi turun, nadi lemah, kulit dingin, muntah, incontinentia alvi et urinae, gatal-gatal.
Beri : adrenalin 0,3 – 0,5 mg s.c. (boleh diulang beberapa kali bila belum ada perbaikan).
Antihistamin s.c.
Hydrocortisone 50 – 100 mg i.m.
Infus cairan bila perlu.



Timbal
Akut : jarang
Kronik : nyeri kepala, rasa metal dalam mulut, “blue line” pada gusi, nyeri perut (kolik), diarrhoea, anemia, basophilic stipling daripada eritrosit. Paralysis dan kejang-kejang Chroproporphyrinuria kelainan rontgen.
Beri : CaNa E.D.T.A 1 gram dalam 500 ml.
5% glukosa IVFD, dua kali sehari selama 3 hari. Ca gluconate 2 gram i.v.
Catharsis dengan MgSO4.
Luminal 100 – 200 mg i.m. bila kejang.



Warfarin
Dosis berbahaya :
1 – 2 mg/kg untuk 6 hari
Perdarahan-perdarahan kulit, sel lendir, hamaturia, malaena.
Vit. K. 50 mg i.m. atau oral 3 kali sehari.


DAFTAR PUSTAKA


1.            Goldfrank L.R. et.al. Toxicologic Emergencies. 4th ed. Internacional ed. 1990.
2.            Hernomo OK. Keracunan Akut Bahan Kimia. Era Baru Penanggulangan Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Surabaya 4 Juli 1987. 103-114.
3.            Hernomo OK. Penatalaksanaan Medis Penyalahgunaan Ecstasy. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XII. Surabaya 9-10 Agustus 1997. 147-154.
4.            Hernomo OK. Keracunan Obat Golongan Narkotika. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 1998. 163-176.
5.            Hernomo OK. Keracunan Pestisida. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIV. Surabaya 11-12 September 1999. 23-38.
6.            Hernomo OK. “NAPZA” Intoxication. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XV. Surabaya 29-30 September 2000. 204-217.
7.            Nanang Sukmana. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Prosiding Simposium 15-16 April 2000. Hotel Horison Jakarta.41-50.
8.            Panitia Lulusan Dokter Universitas Indonesia. Toxicologi Umum. Capita Selecta Kedokteran. ed. Putra ST, Sastroasmoro S. 1977. 151-163.
9.            Suharto. Keracunan Makanan. Era Baru Penanggulangan Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Surabaya 4 Juli 1987. 89-102.




 
KAPITA SELECTA

TOKSIKOLOGI










 















 

 

 

 



M. NOER ABDOELLAH




SUBDEP PENYAKIT DALAM
RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA


 

DAFTAR ISI

Halaman
Keracunan Makanan.................................................................................................            1
Botulismus................................................................................................................            2
Keracunan Jengkol....................................................................................................            3
Keracunan Singkong.................................................................................................            3
Keracunan Jamur......................................................................................................            4
Keracunan Akut Bahan Kimia..................................................................................            5
Hipnotika Sedativa...................................................................................................            6
Bahan Korosif...........................................................................................................            7
Keracunan Pestisida..................................................................................................            9
Penghambat Kholinesterase......................................................................................            9
Pyrethrin dan Pyrethroid..........................................................................................          11
Insektisida DEET.....................................................................................................          12
Rodentisida Klerat....................................................................................................          12
Penyalahgunaan Narkoba.........................................................................................          14
Keracunan Narkotika Akut.......................................................................................          14
Opiat.........................................................................................................................          15
Protokol Penanganan Overdosis Opiat di IGD........................................................          17
Alkohol.....................................................................................................................          19
Etanol........................................................................................................................          19
Metanol.....................................................................................................................          20
Penyalahgunaan Ekstasi............................................................................................          22
Keracunan Cyanida..................................................................................................          24
Petir dan Listrik Tegangan Tinggi............................................................................          25
Tenggelam.................................................................................................................          25
Beberapa Gejala Keracunan dan Tindakan Pengobatannya.....................................          27
Daftar Pustaka..........................................................................................................          32








 

KERACUNAN JENGKOL

Keracunan jengkol disebabkan oleh asam jengkol (jengkolic acid), zat yang didapatkan pada urine penderita keracunan jengkol dan dapat diisolasi dalam bentuk kristal yang khas.
Asam jengkol ini adalah suatu asam amino yang mengandung sulfur, dibawah mikroskop tampak sebagai kristal berbentuk jarum dengan ukuran panjang yang berbeda-beda, dapat berkelompok membentuk berkas seperti sapu lidi atau rezet-rezet.
Pada suhu badan yang normal asam jengkol ini sukar larut dalam urine sehingga dapat menimbulkan iritasi dan kadang-kadang melukai ginjal, sebaliknya daya larutnya dapat diperbesar dalam suasana alkalis.

Gejala dan tanda keracunan jengkol

·         Mules, nausea kadang-kadang muntah
·         Rasa nyeri dan pegal di pinggang
·         Kadang-kadang rasa nyeri suprapubis
·         Disuria dan polikisuria
Pada keadaan lanjut dapat terjadi hematuria (gross), oliguria dan anuria.

Anamnesis makan jengkol sebelumnya dan bau jengkol pada nafas dari mulut dan bau urine memudahkan diagnosis.
Urine berwarna merah, ditemukan eritrosit, epithel, lekosit dan cylinder serta sering tampak kristal berbentuk jarum. Bila tidak tampak kristal-kristal dalam urine, maka dapat diusahakan dengan cara mengeringkan setetes urine di atas kaca objek dengan memanaskannya diatas api, hati-hati. Kristal yang semula larut akan timbul kembali.

Pengobatan
Dasar pengobatan adalah membersihkan ginjal dari kristal-kristal asam jengkol. Belum diketahui secara pasti perubahan yang dibuat asam jengkol ini terhadap kimia darah.
·         Infus Bicarbonas natricus 1,5% 500 cc akan memberikan perbaikan dan dapat diteruskan sampai diuresis baik kembali.
·         Dapat pula diberikan larutan Bicarbonas 7,5% 20 cc intra-vena pelan-pelan atau tablet Bicarbonas 4x4 tablet.
·         Intake cairan yang cukup sangat penting untuk menjamin diuresis yang baik. Penyulit seperti alkalosis dan sebagainya tidak/jarang sekali terjadi dan penderita biasanya lekas tertolong.


Tidak ada komentar: